Selamat Datang di Blog Resmi Komunitas Blogger dan Netters Nunukan Kalimantan Timur

Komunitas Blogger & Netter's Nunukan

- Blogger - Friendster - Forum Nunukan - Ikatan Pelajar & Mahasiswa Nunukan - Nunukan News
Back To Nature, Save Our Forest Now and Stop Global Warming
www.blogger-nunukan.blogspot.com


Jumat, 24 April 2009

Panwaslu Nunukan Serahkah Berkas DPT Bermasalah ke Polisi

Panwaslu Nunukan Serahkah Berkas DPT Bermasalah ke Polisi

Nunukan Blogger Community - Liputan PEMILU 2009- Secara resmi panitia pengawas pemilu (Panwaslu) Nunukan kemarin menyerahkan berkas laporan dugaan daftar pemilih tetap (DPT) bermasalah kepada pihak kepolisian. Dalam penyerahan laporan tersebut, pihaknya langsung menjalani pemeriksaan keterangan selama kurang lebih 3 jam “Tadi saya sudah serahkan berkas itu dan akan diteruskan langsung untuk pemeriksaan saksi-saksi sesuai laporan,” kata Ketua Panwaslu Nunukan Abdul Kadir sore kemarin Dikatakannya, Panwas menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian yang juga masuk dalam penegakan hukum terpadu (Gakumdu) untuk membuktikan kebenaran informasi tersebut. “Kita hanya menerima laporan, apakah itu benar atau tidak, nanti proses penyelidikan yang akan membuktikannya,” ujarnya.Diberitakan sebelumnya, banyak hal temuan Panwas terkait kekeliruan penetapan daftar pemilih tetap (DPT) yang diumumkan KPUD Nunukan beberapa bulan lalu. Diantaranya banyak warga yang tidak terdaftar dalam DPT padahal mereka terdaftar dalam DT Pilgub Kaltim lalu. Selain itu, kekeliruan DPT lainnya seperti ditemuakn pemilih ganda dengan NIK sama yang jumlahnya mencapai ribuan orang se Nunukan. “Sebenarnya dasar apa yang digunakan KPUD dalam menentukan DPS dan DPT, itu yang masih menjadi pertanyaan,” ujarnya Berkas laporan yang akan diserahkan berupa rekapan warga yang tidak masuk dalam DPT disertakan surat pernyataannya, daftar pemilih ganda dan berkas lainnya yang bermasalah. (kh)

Baca Selengkapnya......

Merasa Kehilangan Suara, PBB Tak Mau Tandatangan

Merasa Kehilangan Suara, PBB Tak Mau Tandatangan

Nunukan Blogger Community - Liputan Pemilu 2009- Setelah perhitungan rekapitulasi suara di tingkat PPK Nunukan sempat terhambat, akhirnya KPUD Nunukan kemarin menggelar rapat pleno rekapitulasi suara tingkat kabupaten di Gedung Amalia. Secara keseluruhan, Partai Bulan Bintang (PBB) jauh mengungguli partai besar lainnya di semua daerah pemilihan (Dapil). Total suara untuk DPRD Kabupaten/Kota, PBB memperoleh 25.003 suara dari dapil I untuk wilayah Nunukan (10.391), dapil II untuk Sebatik dan Sebatik Barat (6.068) dan dapil III untuk wilayah Lumbis, Sembakung, Sebuku, Krayan dan Krayan Selatan (8.544). Namun dalam rapat pleno tersebut, perwakilan PBB Nunukan Haeruddin Rauf tak mau menandatangani hasil rapat pleno tersebut karena merasa terdapat selisih perhitungan dalam rekapitulasi yang menghilangkan beberapa suara dari pihaknya. Selain itu, pihaknya juga merasa kehilangan 11 suara di TPS 21 di TPS 21 Krayan Induk karena selisih perhitungan. Dalam rapat pleno tersebut, pihaknya memberikan catatan keberatan atas hasil perhitungan dan menolak menandatangani hasil rekapitulasi tersebut. “Berapapun suara yang hilang sangat berarti, perhitungan kami, PBB kehilangan 16 suara dari Dapil I,” ujarnya.Sebelumnya, Rabu malam kemarin setelah perhitungan di kantor KPUD, pihaknya merasa kehilangan 33 suara. Setelah dipertanyakan, suara yang dianggap hilang tersebut akhirnya bertambah 17 sehingga masih ada suara hilang sebanyak 16 suara. “Tapi setelah itu, 33 suara kami yang hilang baru kembali 17 suara,” ungkapnya. Untuk itu, saat ini PBB mempersiapkan materi gugatan dan mengumpulkan bukti terkait kesalahan perhitungan suara tersebut. “Kita akan telusuri dan mencari bukti untuk gugatan ini,” ujarnya. Sementara hasil rekapitulasi suara sembilan urutan besar partai untuk DPRD Kabupaten/Kota di dapil I yakni PBB (10.391), Golkar (2.806), Demokrat (2.477), PKS (1.498), PAN (1.171), Gerindra (1.086), PDIP (955), Hanura (850), PPP (711). Dapil II yakni PBB (6.068), Gerindra (2.291), PAN (1.842), Golkar (1.154), PKS (732), Demokrat (693), PPP (485), PDIP (421), PKB (356), Hanura (214). Dapil III yakni PBB (8.544), Demokrat (3.467), Golkar (2.529), PDIP (1.472), PPRN (1.333), Gerindra (863), Hanura (775), PKS (390), PDS (375) dan PAN (189). Perolehan untuk DPRD Kaltim, sepuluh besar diantaranya PBB (18.401), Golkar (7.008), Demokrat (5.583), PAN (4.948), PKS (3.473), PDS (2.764), PDIP (2.685), Gerindra (2.309), PPD (2.147), Hanura (1238). Perolehan DPR RI, sepuluh besar diantaranya PBB (12.053), Golkar (8.918), Demokrat (6.425), PPD (5.450), PDIP (3.394), PKS (3.102), Gerindra (3.087), PAN (2.932), PDS (1.737), Hanura (1.305). (kh)

Baca Selengkapnya......

Sabtu, 21 Maret 2009

Demokrasi dan Kebahagiaan

Demokrasi dan Kebahagiaan
Oleh
Jose Marwan

Ukuran kebahagiaan memang subjektif, tetapi kehadiran kebahagiaan itu sebenarnya objektif, karena kebahagiaan itu ada, dan setiap orang bisa merasakannya. Sama seperti analogi dingin, meskipun tiap orang memiliki ukuran yang berbeda tentang rasa dingin, tapi dingin itu sendiri ada. Kebahagiaan, semestinya bisa diukur, karena akumulasi kebahagiaan individu akan membentuk kebahagiaan sosial. Jika masing-masing individu di negeri ini merasa bahagia dengan ukurannya masing-masing maka bisa diringkaskan kalau seluruh rakyat bahagia. Pertanyaan yang menarik, sampai sejauh mana bangsa kita ini mencapai kulminasi kebahagiaan? Sejauh mana demokrasi, kendaraan ideologi yang kita naiki sekarang, membawa kita ke istana kebahagiaan? Apakah hiruk-pikuk pesta demokrasi sinonim dengan pesta kebahagiaan? Pertanyaan ini menggelitik untuk dijelajahi, mengingat kebahagiaan (eudemonia), mengutip Aristoteles (384-322 SM), adalah tujuan dari segala tujuan kehidupan. Kita bisa senang dan puas dengan apa yang kita miliki, tetapi belum tentu bahagia. Rasa senang dan puas hanya jembatan menuju pulau yang bernama bahagia. Mengutip kebijaksanaan Bhagavad-Gita, kebahagiaan adalah ketika seseorang mencapai “sannyasin”, yakni kondisi di mana “seseorang yang tidak membenci ataupun mencintai apapun juga”. Dalam bahasa Aristoteles, ini adalah pemahaman kebahagiaan pada level kontemplatif. Sementara itu, secara politik, kebahagiaan juga merupakan tujuan yang harus diraih. Kegiatan berpolitik, juga harus secara bergairah mengarahkan semua orang yang terlibat, kepada pencapaian kebahagiaan. Aristoteles menulis bahwa politik adalah salah satu pola hidup terbaik untuk mewujudkan kebahagiaan, di samping pola hidup kontemplatif dan hedonis. Politik adalah jalan mencapai kebahagiaan, bukan semata-mata jalan mencapai kekuasaan. Dalam alur pikir ini, demokrasi yang kita bangun pun harus bermuara pada peningkatan kadar kebahagiaan rakyat, bukan sebaliknya, menjadi sumber derita baru bagi masyarakat.

Kebahagiaan Bisa Berpartisipasi Politik
Siddharta Gautama memberi pengertian kebahagiaan (pencerahan) dalam arti negatif: Tidak adanya penderitaan (dukkha). Dukkha, secara etimologis, berasal dari bahasa Pali, yang menunjuk pada pengertian poros yang agak melenceng dari rodanya, atau tulang yang tergelincir dari persendiannya. Secara intepretatif, kita bisa katakan, sebuah bangsa yang melenceng dari rel roda konstitusinya, atau meleset dari persendian peradabannya, maka bangsa ini akan mengalami apa yang disebut derita, ketidak-bahagiaan. Demokrasi adalah sebuah pertaruhan besar bagi bangsa ini, sebab secara aklamasi kita pilih sebagai kendaraan ideologi menuju kebahagiaan. Sejauh mana demokrasi sudah membuat kita mencapai level kebahagiaan? Profesor Bruno Frey dan Alois Stuzer dalam Happiness, Economy and Institutions (1999) pernah melakukan penelitian di Switzerland dengan 6.000 responden, bagaimana kontribusi demokrasi terhadap tingkat kebahagiaan warga di sana. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa semakin luas partisipasi politik warga negara, mereka akan semakin bahagia. Bahkan, ketika harus dibandingkan, antara kebahagiaan karena memiliki pendapatan (income) yang berlimpah dengan kebahagiaan ketika bisa berpartisipasi secara politik, responden itu menjawab, mereka lebih bahagia karena bisa berpartisipasi secara politik. Rupanya, berpartisipasi secara politik mempunyai nilai ekspresif, sebab di sana kita bisa mengatakan kepada dunia, siapakah diri kita ini dan apa yang kita anggap penting. Dalam pemilu, banyak pemilih yang sadar kalau satu suara nyaris tidak memiliki nilai penting secara instrumental terhadap perbedaan hasil pemilu. Namun, mereka tetap saja mau repot-repot berjalan jauh, mengantre di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Tetap saja orang memberikan suaranya karena mau mengatakan kepada orang lain, siapa mereka. Hal kedua yang juga ditemukan oleh Frey dan Stuzer, semakin aktifnya warga negara, akan mempermudah mereka terlibat dalam demokrasi dan mengontrol elite politik sehingga keputusan pemerintah akan semakin dekat dengan harapan masyarakat. Kebahagiaan, pada level terendah, adalah bertemunya keinginan (leisure principle) dengan realitas (reality principle). Herbet Marcuse, dalam bukunya One-Dimensional Man (1964) mengkhotbahkan ketidakmungkinan prinsip keinginan dan kenyataan itu bersatu dalam masyarakat kita, sehingga yang tersisa adalah manusia-manusia satu dimensi, yang hanya bisa berharap, tetapi tak menemukannya dalam realitas politik-sosial kehidupan sehari-hari. Perjumpaan Harapan dan Realitas Kekecewaan-kekecewaan ini direpresi dan akhirnya membentuk budaya dengan harapan dan keinginan yang palsu (false need). Namun, justru di sinilah tantangan sebuah pemerintahan yang dipilih secara demokratis, merekonstruksi jalan supaya harapan rakyat ketika memilih mereka, terealisasi selama periode lima tahun jabatan para wakil ini. Tugas para wakil rakyat adalah membuat perjumpaan harapan dan realitas itu mungkin terjadi. Dalam tataran ini, jalan setapak menuju kebahagiaan terbuka lebar. Dalam bahasa yang lugas, Aristoteles mengondisikan kebahagiaan ketika manusia mampu merealisasikan potensi-potensi yang dimiliki sebagai manusia. Dalam bahasa lain di Etika Nikomacheia, Aristoteles menulis, “semakin bermutu hidup manusia, semakin ia bahagia”. Ungkapan ini bisa menjadi telaah kritis bagi kita, sejauh mana rakyat kita mampu merealisasikan potensi-potensi yang mereka miliki. Sejauh mana kehidupan mereka semakin bermutu? Sejauh mana proses politik demokrasi di negara ini sudah memberi fasilitas dan kendaraan yang nyaman bagi bertumbuhnya unsur-unsur kebahagiaan? Jangan-jangan demokrasi yang sedang kita jalankan ini justru menjadi antitesis kebahagiaan, yakni ketika demokrasi yang kita hidupi tidak mengenyangkan perut, dan tidak memberikan ruang partisipasi yang tulus kepada rakyat karena terjebak politik pencitraan semata. Jangan-jangan kita sedang menjalankan sebuah demokrasi yang muram, yang tidak menciptakan senyum di wajah rakyat kita. Sebuah kata-kata bijak mengatakan “Money talks but democracy makes you smile”.
Mari kita renungkan!

Penulis adalah jurnalis media elektronik.

Baca Selengkapnya......

Mengeruk Keuntungan dari Politik Kemiskinan

Mengeruk Keuntungan dari Politik Kemiskinan
Edy Firmansyah

Dampak krisis global yang menerpa Indonesia menyebabkan upaya meminimalkan angka kemiskinan terhambat. Pada tahun 2009, jumlah warga miskin diperkirakan naik menjadi 33,714 juta jiwa, lebih tinggi dari target pemerintah (32,38 juta jiwa). Jumlah 33,714 juta orang miskin itu setara dengan 14,87 persen jumlah penduduk Indonesia. Artinya kemiskinan meningkat dari rencana yang ditetapkan APBN 2009, yakni 14 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Padahal, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tersebut ditegaskan, tepat pada akhir jabatan Yudhoyono-Kalla (2009) kemiskinan ditargetkan 8,2 persen. Namun, RPJM mengenai penanggulangan kemiskinan itu meleset jauh. Ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan dengan kondisi kemiskinan di atas. Yang paling dirugikan tentu saja pemerintah. Pemerintah kini menjadi sasaran tembak kampanye politik yang digelar parpol, caleg dan capres yang hendak bersaing dalam Pemilu 2009. Pemerintah dinilai gagal mengatasi kemiskinan. Padahal, pemerintah sudah meluncurkan konsep tiga kluster untuk menanggulangi kemiskinan. Pertama, pertolongan bagi rakyat miskin yang sama sekali tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar, seperti bantuan langsung tunai (BLT). Kluster kedua, program kredit usaha rakyat (KUR) untuk memastikan agar penduduk miskin tidak kian miskin. Dan yang terakhir, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup layak, seperti infrastruktur atau pengembangan usaha (kredit simpan pinjam). Namun, dalam perkembangannya ketiga kluster tersebut justru tidak efektif menekan angka kemiskinan. Dalam BLT, misalnya, masih banyak para penerima dana tersebut justru orang-orang yang mampu. Meskipun beberapa di antaranya tepat sasaran, uang BLT justru kerap digunakan untuk memenuhi dahaga konsumerisme (membeli barang-barang elektronik seperti HP) daripada memenuhi kebutuhan hidup. Sementara itu, KUR sering mangkrak karena peminjam kerap tidak mampu mengembalikan. Sedangkan PNPM yang dianggap program prioritas pemerintah, justru hanya berkutat di infrastruktur seperti pembangunan jalan, jembatan. Bahkan, oleh para kepala desa dan birokrat daerah, dana PNPM sering jadi “bancaan” karena dianggap program politik Yudhoyono-Kalla untuk pemenangan Pemilu 2009. Karenanya tak heran ada wilayah yang justru menolak program ini. Bergembira dengan Kemiskinan Harus diakui ada segelintir orang yang bergembira jika penduduk miskin di negeri ini kian banyak. Mereka adalah para elite politik yang hendak bertarung dalam merebut kursi kekuasaan baik di legislatif maupun kursi “panas” presiden. Ada dua keuntungan dari melonjaknya angka kemiskinan di negeri ini kaitannya dengan politik menjelang pemilu. Pertama, para caleg dari partai non-incumbent memiliki sasaran tembak untuk menjatuhkan citra caleg dan capres dari incumbent tentang kegagalan sosial-ekonominya. Kedua, dengan jumlah penduduk miskin yang banyak, tingkat pendidikan rendah, angka buta aksara tinggi, institusi sosial-politik lemah, demokrasi gampang dimanipulasi oleh elite-elite politik oportunis dan pemimpin despotik yang menawarkan janji-janji populis agar bisa terpilih sebagai wakil rakyat di parlemen atau pejabat pemerintahan. Namun, setelah terpilih terbukalah kedok aslinya, bahwa tujuan para elite politik dan para pemimpin despotik itu merebut kekuasaan tak lain hanya untuk kepentingan pribadi (memperluas kekuasaan, mencari keuntungan ekonomi, menumpuk materi). Dengan tanpa rasa iba, mereka meninggalkan rakyat yang terus berkubang dalam kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, demokrasi tak ubahnya “mesin pencetak uang” untuk membeli suara dalam pemilu sehingga proses manipulasi demokrasi berlangsung mengikuti kalender lima tahunan. Jangan harap lahir pemimpin yang memiliki sense of crisis dan kepedulian pada rakyat. Sebab dari model demokrasi yang demikian yang lahir hanyalah para elite politik, birokrat dan intelektual yang menghamba pada pasar. Mereka berlomba-lomba menguasai segala sumber daya kapital, membangun jaringan untuk kepentingan pasar dan mengambil kebijakan yang melancarkan proses akumulasi modal tanpa peduli dampak itu semua bagi masyarakat miskin. Di samping itu, kaum miskin adalah kaum yang paling mudah dimobilisasi untuk tujuan-tujuan politis. Cukup diimingi-imingi uang dan sembako, kaum miskin yang awalnya tenang dan pasrah, bisa jadi beringas dan banal.

Pendidikan Politik

Karena itu, kampanye-kampanye politik yang mengerahkan massa yang rata-rata dari golongan kelas bawah memiliki potensi konflik dan chaos. Tegasnya kaum miskin hingga saat ini masih menjadi objek politik partai. Bahkan, partai politik yang dicitrakan sebagai partai rakyat kecil “sengaja” tidak mengembangkan pendidikan politik bagi massa pendukungnya. Artinya kaum miskin memang harus jadi tumbal dari politik kemiskinan.
Padahal, kita tahu dengan sistem pemilihan yang kian rumit masyarakat miskin yang kebanyakan buta huruf dan buta politik, hak-hak politik mereka semakin mudah direkayasa. Semisal penggelembungan data pemilih, intervensi kepala desa agar penduduk di wilayahnya mencoblos atau mencentang salah satu caleg, parpol dan capres “pesanan”, serta kecurangan-kecurangan lainnya akan masih mendominasi pada Pemilu 2009 ini. Karenanya kaum miskin harus dicerdaskan secara politik. Untuk itu mendesak segera dibangun kantong-kantong massa alternatif untuk pendidikan politik. Mahasiswa dan gerakan-gerakan radikal yang saat ini tengah mati suri segera membangun lagi gerakannya di tingkatan grass root. Sektor tani, buruh dan kaum miskin kota harus diarahkan untuk menjadi kekuatan gerakan rakyat yang progresif dan diarahkan untuk menjadi pemilih-pemilih progresif. Mereka harus disadarkan bahwa suara rakyat adalah spirit utama demokrasi. Media penyaluran suara rakyat tidak melulu berkiblat pada pemilu lima tahunan. Artinya, ketika tak ada satu pun calon yang memiliki kredibilitas dan visi yang prorakyat, maka seorang pemilih progresif punya hak politik untuk tidak memberikan suaranya. Artinya pendidikan politik yang berhasil adalah manakala pemilih bisa menentukan pilihannya untuk tidak seragam dengan orang lain. Dengan bekal kecerdasan politik inilah kaum miskin memiliki bargaining potition (posisi tawar) yang tinggi dalam demokrasi.

Penulis adalah Peneliti pada IRSOD (Institute of Reaseach Social Politic and Democracy) Jakarta. Alumnus Kesejahteraan Sosial Universitas Jember. Penulis lepas media lokal maupun nasional.

Baca Selengkapnya......

Caleg Perempuan dan Suara Terbanyak

Caleg Perempuan dan Suara Terbanyak

Di bawah terik matahari di pedalaman Jawa Timur, tak jarang juga diguyur hujan, ia rela menembus batas-batas perkampungan hanya dengan membonceng sepeda motor. Dia, calon legislatif perempuan duafa, sedang berjuang me-ngumpulkan dukungan suara. Haruskah perjuangannya kandas hanya karena rakyat di kampung yang kerap disambanginya itu telah menerima pembagian amplop berisi lembaran seratus ribu rupiah dari caleg lain yang menjadi kompetitornya? Sementara ia hanya mampu menyewa ojek untuk bisa merambah daerah pemilihannya yang luas, melingkupi beberapa kabupaten. Masih banyak caleg perempuan tidak menyadari implikasi negatif dari sistem distrik dengan mekanisme pengumpulan suara terbanyak yang kini diberlakukan. Namun, satu hal yang tak terbantahkan, semua caleg perempuan berhadapan dengan semakin menguatnya praktik-praktik money politic di setiap daerah pemilihan. “Di dapil saya yang paling terlihat ya hanya caleg-caleg yang punya dana besar. Ukurannya antara lain baliho mereka ada di mana-mana,” tutur Ledia Hanifa, caleg PKS yang berjuang di Dapil Jabar 1 (Kota Bandung dan Kota Cimahi) untuk tingkat provinsi. Menurutnya, baliho hadir di setiap jarak 10 meter dan hal tersebut sudah cukup menggambarkan tampilnya kekuatan uang dan sponsor. Bagi Ledia dan caleg perempuan lain di partainya, sulit melakukan sosialisasi jika untuk satu baliho saja mereka harus mengeluarkan uang Rp 350.000 sampai Rp 400.000, belum lagi biaya pemasangan dan biaya mempertahankannya agar tetap terpampang. Ledia harus merangkul 33 kecamatan dan 166 kelurahan. Ia sangat menyesalkan keputusan MK beralih ke aturan suara terbanyak tanpa memperhitungkan implikasi yang lebih besar terhadap mekanisme pemilu. “Dapil-dapil yang ada sekarang ini kan sejak awal diatur menggunakan sistem proporsional terbuka terbatas. Lihat saja dapil-dapilnya sangat menyulitkan caleg. Kami akan bisa melakukan kontak batin yang lebih kuat dengan masyarakat jika dapil diperkecil dan frekuensi pertemuan bisa dilakukan lebih tinggi. Caleg perempuan itu lebih rajin dan telaten melakukan pendekatan,” ujar Ledia lagi.

“Affirmative Action“

Sementara itu Erma Susanti, caleg perempuan PDIP untuk tingkat DPR RI di Dapil Jatim 1, melingkupi Surabaya dan Sidoarjo, mengaku sangat kecewa dengan kondisi yang terkonstruksi di medan kampanye. “Tingkat kesadaran pemilih kita masih didasari politik uang. Mereka menuntut bahwa caleg harus membawa ’sesuatu’ dalam bentuk uang tunai atau materi,“ ujarnya. Kondisi masyarakat yang masih seperti ini belum cocok untuk penerapan sistem suara terbanyak. Katanya lagi, “Sistem suara terbanyak merupakan sistem pemilu pasar bebas, maka pemilik modal besarlah yang punya kesempatan lebih besar untuk meraih suara terbanyak di tengah masyarakat yang suaranya masih bisa dibeli.“
Erma harus berhadapan dengan bentuk-bentuk politik uang seperti pemberian uang tunai, sembako gratis, tabung gas gratis, bahkan rekreasi gratis. Ia menyesalkan tidak munculnya perppu yang seharusnya bisa tetap menghidupkan roh affirmative action. Menurutnya, inilah fakta bahwa parpol, DPR, MK, dan pemerintah tidak menunjukkan political will terhadap pentingnya ambang batas 30 persen jumlah keterwakilan perempuan dalam lembaga pengambil kebijakan publik. Nun di Dapil 1 Sulawesi Selatan yang melingkupi Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, dan Selayar, seorang caleg perempuan PPP, Nurhayati Payapo, mengatakan lebih banyak dampak buruk yang timbul oleh sistem yang diberlakukan sekarang, terutama terhadap caleg perempuan. “Sangat tidak adil bagi kader-kader partai. Sementara tokoh-tokoh atau figur publik yang punya banyak uang sangat ‘bermain’ di mana-mana,” ujarnya. Nurhayati memohon Panwaslu benar-benar mengawasi titik-titik rawan, mulai dari keberadaan saksi di TPS, di kecamatan, di kabupaten/kota, di provinsi, terus sampai ke Pusat. Dirinya akan sangat kesulitan melakukan pemantauan penghitungan suara di dapilnya yang amat luas itu. “Di Sulsel 1, ada 5.125 TPS. Saya harus mengeluarkan lebih dari Rp 500 juta. Uang dari mana?”

Strategi dan Program
Sadar tidak memiliki banyak dana, Erma Susanti mengedepankan modal utamanya, yaitu investasi sosial yang ia bangun melalui aktivitasnya di Lembaga Swadaya Masyarakat selama 15 tahun terakhir ini. Erma memang aktif bergerak untuk isu kemiskinan, lingkungan, dan pemberdayaan perempuan. Ia juga tidak ragu-ragu melakukan pendidikan politik kepada masyarakat di dapilnya dengan cara menjelaskan bahwa pembagian sembako, uang tunai, dan sebagainya tidak akan membuat masa depan masyarakat menjadi lebih baik. Adapun Ledia mengakui bahwa langkah face to face yang dilakukannya tidak terlalu memakan biaya, namun membutuhkan waktu dan energi yang luar biasa. Ia sangat menyadari bahwa masyarakat di dapilnya sangat menuntut program pendidikan dan kesehatan. “Mereka tidak menuntut gratis, melainkan mereka sangat meminta aksesnya,” Ledia menegaskan. Nurhayati juga melakukan kunjungan langsung ke rumah-rumah. Ia sangat yakin bahwa caleg-caleg perempuan potensial yang cenderung tidak memiliki dana justru adalah sosok yang punya kepedulian terhadap masalah spesifik yang menimpa kaum marginal akibat diskriminasi. Dicabutnya affirmative action atau tindakan khusus sementara terhadap caleg-caleg perempuan akibat pemberlakuan mekanisme suara terbanyak, Ledia pun berujar prihatin, “Akibat sistem pemilu yang diubah secara tiba-tiba seperti sekarang ini, kami tidak berani lagi menaruh target seperti perhitungan semula yaitu di DPR RI perempuan PKS akan mencapai jumlah lima kali lipat dari jumlah anggota perempuan kami yang ada di dewan periode 2004-2009. Kini, target kami hampir bisa dipastikan gagal.” Senada dengan Ledia, Nurhayati pun memaparkan bahwa sebelum MK mencabut Pasal 214, PPP telah menempatkan 14 caleg perempuan di nomor-nomor urut jadi yaitu nomor 1 di dapil yang merupakan basis partai. “Dengan penempatan itu, kami sudah memperhitungkan caleg perempuan yang akan lolos ke DPR RI meningkat menjadi 10 orang dari hanya 4 orang di periode lalu. Tapi berlangsungnya pasar bebas seperti sekarang ini menyebabkan kami tidak berani lagi menargetkan sejumlah itu. Jumlah wakil perempuan kami sudah jelas akan menyusut, kecuali ada mukjizat!”
Haruskah mereka yang berpotensi menjadi perempuan wakil rakyat terpental begitu saja hanya akibat sistem dan mekanisme yang “free fight competition” ? n

Baca Selengkapnya......

Logistik Pemilu Kaltim Dikirim dengan Truk Sembako

Logistik Pemilu Kaltim Dikirim dengan Truk Sembako

Nunukan Blogger Community Balikpapan - Sebanyak 1.600 kardus logistik pemilu 2009, antara lain berisi formulir model A2 dan A3 yang dikirim dari Surabaya, Jawa Timur ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalimantan Timur di Samarinda, pada Rabu (18/3) malam ditahan petugas Kepolisian Resor Kota (Polresta) Balikpapan. Penahan itu terjadi karena dikirim menggunakan dua truk fuso bercampur dengan sembako, antara lain sejumlah sayur dan buah-buahan. "Pengiriman logistik pemilu oleh Jasa Citra Mandiri Abdi dari Surabaya itu sendiri juga tanpa pengaman dari pihak kepolisian. Kami menahan bukan karena ada kesalahan atau pelanggaran, tetapi untuk memberikan pengawalan membawa logistik pemilu hingga sampai ke KPU Kaltim di Samarinda," kata Wakil Kepala Polresta Balikpapan, Komisaris Didik Mulyanto di Balikpapan. Saat ditanya apakah cara pengiriman logistik pemilu seperti ini merupakan kecerobohan, Didik menyatakan, dalam kaitan ini pihaknya hanya melakukan tugas untuk mengamankan jalannya proses pengiriman logistik pemilu berjalan lancar. "Saya juga sudah berkoodinasi dengan KPU Kaltim di Samarinda," katanya. Keterangan yang dihimpun Kompas, menyebutkan, dua truk fuso yang tahan itu bernomor polisi L 7780 TG dikemudikan oleh Jakim (37). Sementara truk lainnya dengan nopol L 8179 US dengan dikemudikan oleh Nizar (45). Kedua truk tersebut merupakan kiriman dari agen jasa pengiriman Citra Mandiri Abdi asal Surabaya. Kedua truk itu diperiksa polisi ketika bongkar muat di Jl MT Haryono, Balikpapan. Dari pemeriksaan ditemukan tumpukan kardus-kardus logistik pemilu bercampur dengan muatan sayur dan buah-buahan.Dari temuan itu, polisi langsung menggiring seluruh truk tersebut ke Markas Polresta Balikpapan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Di sana, polisi memerintahkan seluruh logistik pemilu itu dipisah dan dimasukkan truk yang lebih kecil untuk dikirim ke Samarinda. Selanjut, pada Rabu malam ini juga, pengiriman itu langsung mendapat pengawalan Satuan Brigade Mobil (Brimob) Polda Kaltim. FUL

Baca Selengkapnya......

Formulir Caleg DPRD Belum Datang

Formulir Caleg DPRD Belum Datang
2.997 Surat Suara DPD Rusak
Jum'at, 20 Maret 2009 , 10:24:00


Nunukan Blogger Community - Dari data yang diperoleh dari KPUD Nunukan, formulir caleg DPR Provinsi Kaltim dan Kabupaten hingga saat ini belum datang. Sedangkan untuk formulir caleg DPR RI dan DPD, sudah tiba beberapa hari sebelumnya dengan jumlah 137 koli. Ketua KPU Kabupaten Nunukan M Sain melalui Divisi Perencanaan, Logistik dan Keuangan Sri Widodo mengungkapkan, selain formulir caleg DPR Provinsi Kaltim dan Kabupaten, perlengkapan TPS seperti kotak suara, gembok dan ATK juga belum datang. Namun, untuk surat suara sudah tiba pada Jumat (6/3) lalu dengan jumlah 819 koli dan pelipatan surat suara dimulai pada 8-11 Maret lalu, di Kantor KPU, Aula Dinkes dan Gedung KNPI. Dalam pelipatan surat suara ini diketahui, yang rusak kebanyakan surat suara untuk DPD sebanyak 2.997 lembar. Sedangkan surat suara untuk caleg DPR, baik DPR RI, provinsi maupun pusat, masing-masing hanya rusak di bawah 50 lembar. “Rusaknya surat suara untuk DPD ini kebanyakan karena tintanya mengenai foto caleg, sedangkan kerusakan lainnya robek. Kalau dari kualitas cetakannya sudah baik,” ujarnya. Pihaknya telah melaporkan hal ini kepada KPU Pusat untuk meminta pergantian surat suara yang rusak, tapi hingga saat ini belum ada konfirmasi lagi. Dalam kesempatan sama dijelaskan, ada 25 parpol peserta pemilu 2009 di Nunukan dengan 359 caleg. Sebanyak 178 caleg di daerah pemilihan (dapil) I (Nunukan) yang akan memperebutkan 10 kursi. Kemudian 91 caleg di dapil II (Sebatik dan Sebatik Barat) yang akan memperebutkan 7 kursi dan 90 caleg di dapil III (Sebuku, Sembakung, Lumbis, Krayan dan Krayan Selatan) yang akan memperebutkan 8 kursi di DPRD Nunukan. Caleg-caleg ini akan dipilih oleh 99.374 pemilih se-Kabupaten Nunukan. Sebanyak 46.546 pemilih di dapil I, 23.063 pemilih di dapil II dan 29.765 pemilih di dapil III. “Dengan asumsi bilangan pembagi pemilih (BPP) 3 ribu lebih,” terangnya. Pada 9 April mendatang, 99.374 pemilih se- Kabupaten Nunukan akan menggunakan hak pilihnya di 338 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di seluruh Kabupaten Nunukan. Kemarin merupakan hari ketiga kampanye terbuka bagi parpol-parpol yang ada di Nunukan, ia menghimbau pimpinan parpol peserta pemilu menjalani proses demokrasi dengan jujur, santun, tertib dan demokratis, serta kondusif. “Kita berikan pendidikan politik kepada masyarakat, agar dapat mengikuti proses demokrasi dengan baik,” imbuhnya.(dew)

Baca Selengkapnya......

Kamis, 12 Maret 2009

Beras Krayan di Negeri Seberang

Beras Krayan di Negeri Seberang

Sulitnya sarana transportasi dari dan ke Krayan -- Nunukan membuat pasaran beras varietas unggul itu dikuasai cukong-cukong Malaysia.

WARGA Kaltim mungkin sudah mengenal beras Mayas. Beras lokal ini diproduksi oleh sebagian kecil petani ladang di Jembayan (Kukar), Batu Cermin Sempaja (Samarinda), atau di daerah Sengata dan Sangklulirang (Kutai Timur). Beras yang butirannya halus dan rasanya lezat ini menjadi kesukaan bagi sebagian warga berduit di Kaltim. Harganya sekarang relatif mahal, bervariasi antara Rp 13 – 15 ribu per kilogram. Tapi, kualitas beras Mayas masih lebih bagus beras Krayan (Nunukan). Beras Krayan itu beras organik yang dihasilkan dari persawahan di dataran tinggi Kaltim yang bersuhu dingin itu. Penanaman benih padi ini sampai pemanenannya meniadakan pupuk kimia, kecuali murni memakai pupuk organik seperti kotoran kerbau. Lantaran itu, beras ini kaya akan kandungan mineral dan vitamin, seperti seng dan zat besi yang penting untuk kesehatan. Beras yang di daerah asalnya akrab disebut sebagai ‘Padi Adan’ ini diyakini menjadi salah satu varian langka. Hanya terdapat dan bisa dikembangkan di daerah Krayan sendiri Sudah beberapa kali varietas padi unggul ini coba dikembangkan di daerah lain, tapi hasilnya tetap belum memuaskan. Beras ‘Padi Adan’ Krayan memang istimewa. Menjadi salah satu produk pertanian terbaik di Indonesia. Daya jualnya cukup tinggi. Bentuk butirannya halus memanjang, berwarna putih seperti kristal, beraroma, pulen dan rasanya aduhai lezat. Sayangnya, beras Krayan ini tergolong langka di pasaran Kaltim seperti di Samarinda, Balikpapan, Bontang, dan daerah lainnya. Itu disebabkan adanya keterbatasan publikasi, minimnya sarana komunikasi dan sulitnya transportasi dari dan ke Krayan yang hanya bisa ditembus melalui pesawat udara.Berbeda dengan Indonesia – khususnya Kaltim sendiri -- di negara tetangga seperti Malaysia, Filipina dan Brunei Darussalam, beras ‘Adan’ cukup familiar. Beras ini disebut-sebut sebagai makanan kesukaan Raja Brunei, Sultan Hassanal Bolkiah dan para petinggi negari kaya itu. Tapi, di Brunei sendiri, beras Krayan tidak dikenal, kecuali sebutannya sudah menjadi beras Bario. Kenapa? Beras Bario artinya beras yang berasal dari Bario – salah sebuah desa di Brunei yang berbatasan langsung dengan Krayan. Di Indonesia, pasaran beras ‘Adan’ Krayan masih bersifat terbatas lantaran minimnya sarana transportasi. Bayangkan saja, untuk menjangkau daerah Krayan dari daerah terdekat seperti Tarakan dan Nunukan, hanya bisa melalui pesawat terbang. Beras ini akhirnya hanya bisa diadakan atas pesanan atau by order. Ujung-ujungnya, situasi macam itu dimanfaatkan oleh cukong-cukong berkantong tebal di Malaysia. Wajar, kalau para petani Krayan harus melego beras mereka ke negeri seberang seperti ke Serawak dan Sabah yang relatif dekat. Mudah dijangkau dari Long Bawan, kecamatan Krayan. Mereka menjualnya dengan berjalan kaki dengan cara digendong atau dihambin lantaran harus melalui perbukitan terjal dan curam. Ironisnya, para cukong Malaysia itu memasarkan kembali beras ‘Adan’ Krayan ke berbagai negara tetangga lainnya. Tak hanya di Brunei sendiri, melainkan sampai ke Filipina, Thailand, Kamboja dan Vietnam. Harganya? Belum diketahui persis. Tapi, mencapai belasan kali lipat dari harga jual petani Krayan. Celakanya lagi, cukong-cukong itu menjual beras produk Krayan ini dengan mengklaim kalau beras itu adalah produk Malaysia. Benarkah itu? Apa tindakan pemerintah -- khususnya Pemkab Nunukan – terkait persoalan ini? Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Nunukan sendiri, H Zainuddin HZ seolah ‘angkat tangan’ kalau membicarakan produk pertanian di Krayan. Apalagi pemasarannya. Namun, dia mengaku bahwa pemerintah tak pernah terbesit – apalagi bermaksud -- untuk mengabaikan daerah kecamatan yang memang masih terisolir itu. “Bicara soal Krayan, pemerintah membutuhkan waktu panjang untuk memikirkannya. Mencarikan solusi peningkatan produksi pertanian di daerah itu. Pemerintah juga sedang memikirkan bagaimana teknis sarana transportasinya,” aku Sekkab Zainuddin dalam suatu perbincangan dengan BONGKAR! di Nunukan. Bagaimana dengan Dinas Pertanian? Kadis Pertanian Nunukan sendiri, Jabbar, tidak menampik persoalan itu. Ia mengaku kesulitan untuk memberikan subsidi pupuk dan obat-obatan guna membantu petani-petani di Krayan. Pasalnya, ongkos angkut barang subsidi yang hendak dikirim itu harus dihitung kilo sebelum naik pesawat. Belum lagi berbicara berapa lama harus mengantri pengiriman ke daerah bersuhu dingin itu. “Kita bisa rugi kalau barang rusak, hanya karena menunggu antrean pengangkutan,” ujarnya saat dikonfirmasi BONGKAR!. Di bagian lain, Jabbar merasa beruntung, karena daerah Krayan termasuk wilayah subur. Hampir seluruh tanaman di sana tak membutuhkan bantuan pupuk atau obat-obatan. ‘’Produksi tanaman padi dan paliwija di sana seratus persen masih organik alias alami. Masyarakat petani Krayan bahkan tak pernah menggubris mengenai subsidi pupuk dan obat-obatan untuk tanaman mereka,” timpal Jabbar. Persoalannya sekarang bukan itu. Tuntutan para petani Krayan itu adalah bagaimana beras-beras mereka yang super lezat bisa dipasarkan di Indonesia. Harga beras ‘Adan’ Krayan yang seharusnya ekslusif di Indonesia, dimainkan harga dan ‘lisensinya’ di Malaysia. Setidaknya hal itu pernah ditelusuri oleh Camat Krayan Induk Sarfianus. Berbekal fasilitas WWF Indonesia, dia sempat mengecek alur distribusi beras Krayan di Malaysia. “Sungguh terasa sangat menyedihkan,” katanya saat bertemu BONGKAR! di Kecamatan Krayan baru-baru ini. “Bayangkan saja, beras-beras yang dipikul para petani ke Bakalalan itu ternyata dijual dengan harga belasan kali lipat di Malaysia. Malaysia juga melakukan ekspor ke negara-negara tetangga dengan menagatasnamakan beras itu sebagai produk mereka,” timpal Sarfianus agak miris. Persoalan beras Krayan dengan berbagai problematikanya, bukan tanpa perjuangan. Camat Krayan sendiri pernah membawa sample satu karung beras Krayan ke Departemen Pertanian di Jakarta guna mempromosikan produksi daerah asalnya itu. Hasilnya, menurut Sarfianus, Dirjen Pertanian sempat terkagum-kagum melihat kualitas beras itu. Buntutnya, langsung terjalin sebuah kesepakatan pemasaran dengan kapasitas ton per bulan harus didrop ke Jakarta. Sayang, karena terkendala faktor distribusi, jalinan kerja sama itu hanya sempat terlayani tiga kali. “Sampai sekarang, kami tak bisa memenuhi permintaan pasar Jakarta,” ujar Serfianus, seraya menambahkan, apa pun caranya beras Krayan itu harus mendapat pemasaran yang layak. Sarfianus pun mengaku pernah ‘bergerilya’ mencari mitra kerja ke Malaysia agar beras-beras warganya yang berlimpah ruah itu dipasarkan. Hasilnya lumayan memuaskan. Cukong-cukong Malaysia berebut membeli beras-beras petani Krayan. Tapi, persoalannya harga berasnya dimainkan. Petani Krayan hanya memperoleh keuntungan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sebulan. ”Kenyataan ini memang pahit, tapi harus ditelan,” ujar Serfianus. Mengapa kondisi itu sampai tercipta? Bukankah selaku aparat pemerintah, ia dan jajarannya bisa mencari solusi lebih baik? Oo, bukan begitu. Sarfianus balik bertanya. ‘’Bagaimana dengan dinas teknis terkait? Adakah upaya yang dilakukan mereka untuk memikirkan persoalan beras Krayan agar bisa menjadi harapan penghidupan ekonomi rakyat? Kami ini unsur pemerintahan yang paling kecil. Di atas kami masih ada lintas dinas yang bisa menjawab kenyataan ini,’’ ujarnya seraya menambahkan apalah daya dan sejauhmana kemampuan seorang Camat di wilayah ini. Stefanus mungkin tidak keliru. Dia menyebut, seharusnya pemerintah daerah kabupaten ini melihat Krayan sebagai salah satu daerah yang terus harus dicarikan solusinya untuk dibina dan dikembangkan produk-produk unggulannya. Namun, kenyatannya terbalik. Justru sektor pertanian di daerah lain yang sebenarnya kurang punya prospek bagus yang malah didahulukan. “Kita lihat contoh, misalnya sawah dibuat di kawasan tertentu dengan dana miliaran rupiah tapi tidak dimanfaatkan. Sedang di Krayan, potensi kekayaan alamnya yang ibaratnya ‘tinggal disuap’ itu malah ditinggalkan. Kami ini tidak punya kewenangan untuk mengatasi perihal itu,” papar Serfianus tanpa bermaksud memojokkan dinas teknis terkait. Dia pun mengusulkan agar Pemkab Nunukan melakukan semacam seminar untuk mencari solusi persoalan produksi hasil bumi masyarakat Krayan. Seminar itu misalnya mengundang para pedagang atau pemodal, jaringan pengusaha, LSM dan pemerintah. “Dari seminar itu nanti, paling tidak kita bisa menyimpulkan ada jaringan yang bergerak untuk mencari pasar dan pebisnis yang bisa menguntungkan semua pihak,” pungkas Sarfianus. Lalu apa tanggapan pemerintah dengan wacana yang diharapkan Camat Krayan Induk itu? Sekkab Nunukan menganggap ide tersebut brilian. “Tinggal bagaiman instansi terkait mengaplikasikannya di lapangan,” ujarnya. Lantas, Kadis Pertanian mengaku akan segera melakukan koordinasi dengan dinas terkait soal wacana dan persoalan beras Krayan itu. ‘’Harapan kita, paling tidak di Nunukan ini bisa dibuatkan lumbung cadangan untuk menampung beras Krayan. Kita berharap pemerintah tinggal mencari rekanan pasar untuk menjual produk beras Krayan itu,” usul Jabbar. *** m sakir

Baca Selengkapnya......

Infrastruktur Krayan Mendesak

Infrastruktur Krayan Mendesak
Infrastruktur jalan masih jadi persoalan utama warga Krayan. DPRD Nunukan mengusulkan perbaikan lewat Musrenbang Kecamatan dan Kabupaten setempat.

SUNGGUH memprihatinkan. Di tengah gencarnya gaung pembangunan nasional, masyarakat Krayan, Kabupaten Nunukan, malah harus rela dalam keterisoliran. Parahnya, kondisi infrastruktur jalan di kawasan perbatasan Indonesia – Malaysia Timur itu, disebut-sebut sebagai penyebab utama ‘kungkungan’ tersebut. Pemkab Nunukan seolah mati-mati ayam. Keterbatasan anggaran membuat Bupati Abdul Hafid Achmad terkesan pasrah. Program perbaikan jalan pun dibuat, walau terasa seadanya. Ini wajar, lantaran dana APBD Nunukan tidak mungkin serta merta diarahkan hanya untuk pengadaan dan perbaikan jalan rusak. Kalau pun dipaksakan, prosesnya harus melalui program jangka panjang. DPRD Nunukan pun putar otak. Solusi tepat harus didapat. Kesimpulannya, harus ada pihak ketiga yang turun tangan dalam perbaikan dan pengadaan sarana infrastruktur di Kecamatan Krayan. “Kita perlu dukungan Pemprov Kaltim dan Pemerintah Pusat. APBD Nunukan terlalu kecil, tidak akan sanggup membiayai program perbaikan infrastruktur jangka pendek,” ungkap anggota Komisi I DPRD Nunukan, Muthang Balang. Muthang melihat perbaikan infrastruktur Krayan sangat mendesak. Masyarakat jangan lagi hanya diberi harapan kosong. Belum tersedianya akses jalan yang memadai, memang sangat berdampak besar terhadap perkembangan perekonomian masyarakat Krayan. Di Krayan sesungguhnya sudah dibuat beberapa badan jalan. Celakanya, jika hujan, jalan tidak bisa dilalui kendaraan karena sangat licin dan penuh kubangan lumpur. “Bagaimana mungkin mereka bisa memasarkan hasil pertanian, kalau tidak tersedia sarana jalan untuk menjangkau pusat-pusat perekonomian masyarakat,” lanjut anggota Fraksi Golkar itu.Muthang menambahkan, kalau terpaksa harus mengandalkan anggaran daerah, maka Pemkab Nunukan harus melakukan pembangunan skala prioritas. “Dalam upaya menggeliatkan ekonomi msyarakat di Kecamatan Krayan, dengan adanya pesawat subsidi ke Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan, masyarakat sudah cukup terbantu. Terutama upaya mengatasi persoalan kelangkaan Sembako ke kecamatan yang hanya bisa dijangkau dengan pesawat terbang,” papar Muthang lagi. Di Krayan, cerita Muthang, Sembako yang tersedia hanya beras. Maklum, warga setempat mayoritas berprofesi sebagai petani. Tapi, untuk barang kebutuhan lainnya masih menyengsarakan. Kalau pun ada, harganya mahal. Solusi mendukung peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerintah perlu meningkatkan program ekonomi kerakyatan. *advetorial

Baca Selengkapnya......

Daya Listrik untuk Kaltim Naik 150 MW

Daya Listrik untuk Kaltim Naik 150 MW

Nunukan Blogger Community Samarinda- General Manager PT PLN Wilayah Kaltim Ahmad Siang mengemukakan, daya listrik untuk Kalyim akan bertambah 150 MW tahun ini. Daya 40 MW di antaranya akan didapat dari PLTG Sambera, Kabupaten Kutai Kartanegara yang pembangunannya sudah 99,7 persen. Daya 40 MW lainnya akan didapat lewat sewa mesin pembangkit listrik berbahan bakar minyak kapal (marine fuel oil ) pada Juli-Agustus 2009 untuk ditaruh di Batakan, Balikpapan. Daya 40 MW lainnya juga didapat dari sewa mesin yang sama untuk di Tanjung Batu, Kutai Kartanegara. PLN juga menyewa mesin untuk memasok kebutuhan listrik bagi warga di Kabupaten Nunukan 3 X 2,5 MW dan untuk Kabupaten Berau 3 X 2,5 MW."Di Bontang juga ada PLTG 2 X 7 MW yang sudah 99,6 persen dan bisa dioperasikan Mei 2009 ini, tetapi masih menunggu siapa yang akan memasok gasnya," kata Ahmad Siang, Selasa (10/3). Menurut Ahmad Siang, Kaltim tidak lagi kekurangan daya listrik. Semua mesin pembangkit yang ada menghasilkan daya 299,2 MW. Adapun beban puncak akibat pemakaian oleh semua pelanggan mencapai 271,2 MW sehingga masih lebih 28 MW. Meski ada kelebihan daya, Ahmad Siang mengakui bahwa pelanggan masih mengalami pemadaman listrik. "Pemadamannya bukan bergilir, melainkan tertentu saja karena kerusakan atau perbaikan mesin pembangkit," katanya. Ahmad Siang mengemukakan, meski ada kelebihan daya, PLN tetap belum mampu memenuhi kebutuhan listrik warga. Data sampai Januari 2009 menunjukkan ada 105.169 calon pelanggan dengan kebutuhan 300,8 MW yang belum terlayani. Dari jumlah tadi, 68.222 pelanggan dengan kebutuhan 219,7 MW di antaranya berada di Sistem Mahakam yang mencakup warga calon pelanggan di Samarinda, Balikpapan, dan Tenggarong. BRO

Baca Selengkapnya......

Sektor Kehutanan Perlu Terobosan

Sektor Kehutanan Perlu Terobosan
Laporan wartawan KOMPAS Ambrosius Harto

Nunukan Blogger Community Samarinda — Kalangan rimbawan mengimbau sesamanya untuk tetap optimistis meski sektor kehutanan sedang lesu. Rimbawan perlu terus membuat terobosan di bidang pendidikan dan dunia usaha agar sektor kehutanan tetap bertahan. Demikian mengemuka dalam Obrolan Rimbawan Mulawarman bertema "Kompetensi Pendidikan Kehutanan dan Prospek Lulusan Fakultas Kehutanan Menyongsong Kebangkitan Dunia Kehutanan Nasional", di Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, Kamis (12/3). Koordinator Penyangga Hutan Tanaman Industri PT Sumalindo Lestari Jaya, Tbk, Setiono Topandi mengemukakan, hutan alam (HA) tidak akan mampu lagi berfungsi sebagai penyedia bahan baku. Yang bisa menggantikan ialah hutan tanaman industri (HTI). Produksi kayu HTI pada 2000 sebanyak 3,7 juta m3 dan menjadi 11,5 juta m3 pada 2006. Kondisi itu berkebalikan dengan di HA dimana produksi pada 2000 sebanyak 8 juta m3 dan melorot jadi 3,6 juta m3 pada 2006. Topandi mengemukakan, program perluasan HTI yang dicanangkan pemerintah bisa menyerap 500 sarjana kehutanan per 500.000 hektar. Satuan pengelolaan HTI rata-rata seluas 16.000-24.000 hektar yang memerlukan 24 karyawan dengan pendidikan minimal diploma tiga dan sarjana kehutanan. Ketua Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (Persaki) San Afri Awang mengutarakan, tenaga kerja dengan pendidikan kehutanan perlu dilengkapi dengan sertifikasi kompetensi. Sertifikasi bisa dipakai untuk menjamin bahwa lulusan kehutanan memang dinilai mampu menerapkan pengetahuan dalam dunia kerja. Selain itu, menetapkan standar penghasilan sebagai penghargaan terhadap lulusan kehutanan. Guru besar Kehutanan Universitas Gadjah Mada itu mengimbau lulusan kehutanan sebaiknya jangan khawatir. Di Kaltim, dengan 5 juta lahan kritis, bila direhabilitasi bisa menyerap 1.250 sarjana kehutanan. Wisudawan kehutanan sekitar 600 orang per tahun, katanya, yang juga Ketua Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM. Staf Ahli Gubernur Kaltim Bidang Pertanian, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Daddy Ruhiyat mengatakan, sektor kehutanan masih punya harapan untuk bertahan bahkan berkembang. Sampai kini belum ada bahan yang efektif menggantikan kayu, sedangkan kebutuhannya tidak pernah turun, kata guru besar Kehutanan Unmul itu. Menurut Daddy, industri kecil, menengah, dan besar dengan produk berbeda bisa diandalkan untuk mempertahankan sektor kehutanan. Industri kehutanan seharusnya tidak cuma menghasilkan produk kayu lapis, tetapi turunannya seperti furnitur dengan kualitas baik. "Tantangan untuk perguruan tinggi bagaimana penelitian kehutanan mampu menghasilkan teknologi terapan untuk rakyat dan dunia usaha," kata Daddy. San Afri menyayangkan banyaknya sarjana kehutanan yang tidak bekerja untuk membangun hutan. Ada 20.000 anggota Persaki, tetapi kenyataan menunjukkan hutan kian rusak. Kondisi itu akan menurunkan citra positif kehutanan sebagai disiplin ilmu yang penting. "Jangan sekadar menjadi sarjana salon yang kakinya tidak pernah di hutan," kata San Afri.

Baca Selengkapnya......

Sabtu, 07 Maret 2009

Wajib Laporkan Dana Kampanye

Wajib Laporkan Dana Kampanye

Blogger Nunukan : Partai Politik (Parpol) wajib melaporkan dana dan rekening khusus dana kampanye kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), tujuh hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan kampanye dalam bentuk rapat umum. Kampanye dalam bentuk rapat umum akan dilaksanakan 16 Maret mendatang. Itu berarti kesempatan bagi parpol, untuk menyampaikan laporan awal dana dan rekening khusus kampanye tersisa dua hari lagi, karena pelaporan akan ditutup Senin (9/3). “Dari 25 parpol peserta pemilu di Kabupaten Nunukan, baru ada 11 yang sudah melaporkan. Jika dihitung maka belum setengahnya,” kata Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPUD Nunukan Hasna SPdi. Menurut Hasna, aturannya cukup jelas pada UU No 10 tahun 2008 pasal 134 ayat (1), parpol peserta pemilu tahun 2009, sesuai dengan tingkatannya wajib memberikan laporan awal dana kampanye pemilu dan rekening khusus tujuh hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan kampanye dalam bentuk rapat umum. Konsekuensi hukumnya bagi pengurus partai peserta pemilu di Kabupaten Nunukan yang tidak menyampaikan laporan dana awal kampanye kepada KPUD Nunukan sampai batas waktu yang ditentukan, maka akan dikenakan sanksi.“Sanksi yang akan kita berikan berupa pembatalan sebagai peserta Pemilu sedangkan pengurus parpol yang tidak menyampaikan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU hingga batas waktu yang ditentukan akan dikenakan sanksi tidak ditetapkan calon anggota DPRD-nya menjadi calon terpilih,” tegas Hasna. Disebutkannya, parpol sebenarnya telah diberikan waktu yang cukup lama untuk melakukan hal ini, karena pembukuan dana kampanye pemilu dimulai tiga hari setelah partai politik di tetapkan sebagai peserta pemilu. nPeserta pemilu dilarang menerima sumbangan diantaranya berasal pihak asing, penyumbang yang tidak jelas identitasnya, pemerintah daerah, BUMN dan BUMD. Jika peserta Pemilu menerima sumbangan seperti tidak dibenarkan menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya ke KPU dan menyerahkannya kepada kas negera. (ogy)

Baca Selengkapnya......

Pemkab Tetapkan 7 Arah Pembangunan

Pemkab Tetapkan 7 Arah Pembangunan
Tercermin dalam Musrenbang Nunukan 2009

Blogger Nunukan - Dalam pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Nunukan 2009, Pemkab Nunukan menetapkan 7 prioritas pembangunan yang diarahkan dalam penyusunan rencana kerja pemerintah daerah tahun 2010. Wakil Bupati Nunukan Kasmir Foret menerangkan, 7 prioritas pembangunan itu yakni pembangunan infrastruktur, terutama program yang mendukung sarana dan prasarana pendidikan, peningkatan perekonomian dan SDM di wilayah pedesaan, pedalaman dan perbatasan. Kedua, revitalisasi pertanian melalui pengembangan sektor-sektor pertanian unggulan. Ketiga, peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. Prioritas keempat, penanggulangan kemiskinan melalui peningkatan pelayanan dasar, seperti pangan, perumahan, kelistrikan dan air bersih, serta program tanggap darurat penanggulangan kemiskinan, yang ditujukan khusus untuk rumah tangga miskin (RTM) dengan kategori sangat miskin. ”Kelima, peningkatan pemberdayaan masyarakat pedesaan, pedalaman dan perbatasan, serta peningkatan kelembagaan ekonomi masyarakat,” jelasnya. Selanjutnya, peningkatan kinerja birokrasi pemerintah, sehingga pelayanan prima yang diharapkan oleh seluruh masyarakat dapat segera terwujud. Terakhir, peningkatan kualitas SDM Nunukan dibidang pendidikan yang disertai anggaran pendidikan 20 persen dari APBD Nunukan, sesuai amanat UU. ”Diharapkan, seluruh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah, Red) dapat memperhatikan arah pembangunan tahun 2010. Meskipun demikian, bukan berarti sektor lain tidak penting dan dapat diabaikan dalam rencana pelaksanaan kinerja tahun 2010,” tegasnya. Ia mengajak seluruh SKPD untuk melakukan sinergi, sesuai kondisi yang ada dan tetap menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan secara utuh di daerah ini. Dalam kesempatan sama, ia pun meminta perencanaan pembangunan daerah harus didasarkan atas data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. ”Perlu diinventarisasi dan diidentifikasi kembali pengalaman pembangunan selama ini dan hasil-hasil yang telah dicapai sebagai bahan evaluasi dan perbandingan untuk memperbaiki kebijakan dan strategi akan datang,” harapnya. Hambatan, kendala dan tantangan juga perlu dicermati dan diperhitungkan, baik dari dalam maupun dari luar pelaksanaan kegiatan, termasuk resesi ekonomi global. Potensi yang ada pun menjadi perhatian pemerintah. ”Biar bisa dikembangkan. Baik kondisi saat ini maupun kondisi yang akan datang. Sehingga diharapkan dapat dijadikan sebagai program pembangunan yang berkelanjutan,” imbuhnya. Yang lebih penting lagi, tambahnya, perlunya perhitungan kemampuan pembiayaan secara nyata, bertanggungjawab dan mempertimbangkan pengaruh globalisasi, serta perkembangan situasi sosial politik dan stabilitas keamanan dalam negeri. ”Kembali saya ingatkan dan tegaskan, agar kepala satuan kerja dan seluruh jajarannya dapat melaksanakan kegiatan pembangunan sesuai UU dan koridor hukum yang berlaku,” tegasnya. Pembukaan Musrenbang ini dihadiri Kabid Pengembangan dan Prasarana Wilayah Bappeda Kaltim dan seluruh kepala pimpinan vertikal dan muspida, serta kepala SKPD Nunukan.(dew)

Baca Selengkapnya......

TKI Tanpa KTKLN Bisa Dilacak

TKI Tanpa KTKLN Bisa Dilacak
Ade Adam: Asal Bekerja di Luar Negeri Sesuai Prosedur

NUNUKAN - Deputi Bidang Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Ade Adam Noeh mengungkapkan, pihaknya akan menjembatani TKI-TKI yang belum memiliki Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN), melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di negara-negara penempatan TKI di seluruh dunia. “Kita ‘kan memulai (penerapan KTKLN) ini baru tahun 2008. Secara bertahap, akan dicover dan dilacak. Meskipun TKI tak memiliki KTKLN, tapi mereka berangkat secara prosedural, akan terekam di sistem kita,” jelasnya seusai launching card reader KTKLN di Pelabuhan Tunon Taka Nunukan, Rabu (4/2). Yang jadi persoalan, justru TKI yang berangkat tanpa dokumen. ”Kita baru tempatkan (card reader) di Kuala Lumpur. Nanti di KJRI-KJRI akan dipasang juga card reader, biar TKI yang belum memiliki KTKLN bisa mengurus dan mendapatkannya. Memang agak repot,” terangnya yang kemudian mengungkapkan, diperkirakan sekitar 6,2 juta TKI berada di luar negeri dan sekitar 4,3 juta diantaranya bekerja di Malaysia.Meskipun telah memiliki KTKLN, TKI tentu harus membawa paspor juga sebagai dokumen perjalanan. ”TKI tetap membawa paspor. KTKLN ’kan sebuah instrumen untuk mengetahui identitas TKI di luar negeri jika yang bersangkutan ada masalah. Dengan KTKLN, 112 informasi mengenai TKI bisa kita ketahui,” tambahnya. Dan meskipun paspor dipegang majikan, KTKLN harus disimpan TKI itu sendiri untuk memberikan perlindungan terhadapnya. Seandainya KTKLN hilang, informasi dan identitas TKI masih bisa dicari melalui sidik jari. UU mengenai KTKLN ini sebenarnya sudah diberlakukan dan berjalan, namun terkait dukungan dana pemerintah, sehingga baru dimulai di tahun 2008. ”Kita berharap, 2009 dan kedepannya kita bisa melengkapi berbagai peralatan yang kurang, untuk lebih menyempurnakan pengoperasiannya,” imbuhnya. Ia mencontohkan di Arab Saudi ada perwakilan (KJRI) di Riyadh dan Jeddah, sementara TKI ada yang bekerja di provinsi yang jauh dari KJRI. ”Kalau dengan sistem ini diharapkan, bisa terkoneksi ke semua titik pelayanan. Sehingga, jika TKI tersebut berangkat dari Indonesia, perwakilan sudah mengetahui informasinya,” katanya. Proses pembuatan KTKLN pun tidak memerlukan waktu lama. ”Hanya sehari. BP3TKI akan melihat semua dokumen, kemudian memasukkan ke sistem sebelum penerbitan KTKLN,” tandasnya. Seperti diberitakan sebelumnya, KTKLN merupakan kartu identitas bagi TKI yang memenuhi persyaratan dan prosedur untuk bekerja di luar negeri. KTKLN dibuat dalam bentuk smartcard contactless yang memuat data identitas TKI, foto, sidik jari, pengguna TKI, paspor, asuransi, uji kesehatan, perjanjian kerja, jenis pekerjaan, negara penempatan, masa berlaku, tempat penerbitan, tanggal berangkat dan embarkasi/debarkasi, serta lainnya.(dew)

Baca Selengkapnya......

Bupati Malinau Berharap Pusat Lebih Perhatikan Pembangunan Daerahnya

Blogger Nunukan Malinau : Bupati Malinau Berharap Pusat Lebih Perhatikan Pembangunan Daerahnya Situasi serupa terjadi di Malinau, Kalimantan Timur. Bupati Malinau Marthin Billa berharap, pemerintah pusat memberikan perhatian serius terhadap pembangunan daerah di kawasan perbatasan. Setidaknya, mendukung prioritas Pemkab Malinau untuk membangun wilayah perbatasan seperti Kecamatan Pujungan, Sungai Boh, Kayan Selatan Hilir, dan Hulu. Bahkan, Pemkab Malinau telah membentuk badan kerja sama dan perbatasan. Dengan dibentuknya badan-badan tersebut, tegas bupati, penanganan pembangunan yang diprogramkan pada tiap level menjadi lebih konkret. ''Kalau undang-undang sudah ada, badan yang menangani secara khusus juga sudah ada, kami tinggal menyusun program dengan betul," jelas bupati. Kewenangan daerah hanya sampai pada penyelenggaraan kegiatan-kegiatan untuk pembangunan masyarakat. Soal kewenangan yang dipandang penting guna mendukung pembangunan perbatasan, daerah tidak memilikinya. ''Contoh, kami masuk areal kehutanan. Kalau ingin membuat jalan yang melalui kawasan tersebut, daerah tidak berkuasa karena terbentur status hutan tersebut. Kalau ingin membuka perkebunan atau areal pertanian di sana, daerah baru bisa melakukannya jika ada kebijakan dari pusat," tuturnya. Dia juga berharap, dalam menyusun program untuk wilayah perbatasan, pemerintah pusat mendasarkan pada usul daerah yang dipadukan dengan kebijakan pusat. Yang terjadi saat ini masih bersifat parsial, baik oleh departemen, provinsi, maupun daerah masing-masing. Menurut dia, setidaknya ada dua hal urgen yang diperlukan warga di perbatasan. Yaitu, transportasi darat dan udara. Kedua infrastruktur tersebut dinilai penting untuk mobilitas masyarakat perbatasan dalam mewujudkan kesejahteraan warga. (ida/jpnn/ruk)

Baca Selengkapnya......

Selasa, 24 Februari 2009

Kekayaan yang Jadi Kutukan

Kekayaan yang Jadi Kutukan
Kompas : Selasa, 24 Februari 2009 | 11:26 WIB

M Zaid Wahyudi

Sumber daya alam yang melimpah tak selamanya memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Namun, bisa juga menjadi sumber bencana bagi mereka yang hidup saat ini ataupun bagi generasi mendatang. Jalil Saleh (46), nelayan Desa Bukit Tinggi, Malifut, Halmahera Utara, tidak mengetahui kenapa udang-udang halus sebagai bahan baku terasi yang menjadi sumber utama penghidupannya berkurang drastis. Hal itu terjadi sejak beroperasinya perusahaan asing yang menambang emas di desanya. Dulu, udang cukup diambil di pesisir pantai. Sekarang, meski sudah mendayung sampan hingga ke tengah laut, udang-udang halus itu sulit ditemukan. Laut hanya menyisakan ikan-ikan kecil yang tak memiliki nilai jual.Hilangnya sumber penghidupan tersebut juga dialami Nuh Tatop (65), nelayan Desa Tabobo, Malifut. Kini penghasilannya hanya bertumpu pada hasil kebun yang tak seberapa. "Ada perusahaan pertambangan besar di desa kita, tetapi tingkat pengangguran tinggi. Perusahaan lebih banyak mempekerjakan orang dari luar desa," katanya. Selain udang, ikan teri atau ngafi yang pernah menjadi produk perikanan utama Teluk Kao juga hilang. Ribuan bagan penangkap ikan teri yang dulu bertebaran di sepanjang pesisir teluk kini nyaris tak tersisa. Tokoh masyarakat Desa Balesosang, Malifut, Pdt Yantje Namotemo, menambahkan, saat konflik sosial berkecamuk di seluruh Maluku, masyarakat banyak yang mengungsi. Saat itulah perusahaan pertambangan beroperasi di daerahnya. Ketika masyarakat kembali ke desa, teri-teri itu sudah tak ada lagi.

Dampak pertambangan
Karena laut tak dapat diandalkan, masyarakat beralih profesi menjadi petani kebun. Singkong, pisang, dan kelapa menjadi andalan setelah cengkeh dan pala yang bernilai jual tinggi musnah selama konflik.
Ketua Posko Pengaduan Organisasi Rakyat Bukit Tinggi, Malifut, A Muis Haruna, mengatakan, pertambangan tak hanya menghilangkan sumber pendapatan warga, tetapi juga membawa penyakit baru yang belum pernah ada di daerah mereka. Sebagian masyarakat menderita gatal dan benjolan pada kulit, mirip yang dialami masyarakat Buyat, Sulawesi Utara. Penyakit itu dialami warga akibat menggunakan air sungai yang diduga menjadi tempat perusahaan pertambangan emas tersebut membuang limbah. Padahal, air sungai itu merupakan sumber kehidupan masyarakat, untuk mencuci ataupun mandi. Namun, warga tak punya bukti penyebab berbagai penyakit aneh tersebut adalah limbah penambangan emas. Terlebih lagi, penelitian universitas terkemuka di Yogyakarta atas permintaan DPRD Maluku Utara menyebutkan tak terjadi pencemaran di perairan Teluk Kao. Kehadiran pertambangan juga memberikan masalah sosial baru seiring masuknya penambang ilegal yang umumnya dari Sulut dan Gorontalo. Selain membawa gaya hidup dan budaya baru, keberadaan penambang emas ilegal itu juga menimbulkan kecemburuan sosial. Warga setempat umumnya hanya menjadi kuli pengangkut batuan yang mengandung emas dari gunung untuk diolah di tepi pantai dan hanya pada masa-masa tertentu. Menurut Sabri Adam, Kepala Desa Matsa, Malifut, perusahaan pertambangan memang memberikan dana pengembangan masyarakat bagi desa-desa di sekeliling lokasi pertambangan. Tahun 2008 Desa Matsa bersama 21 desa lain di sekitar pertambangan mendapat dana pengembangan Rp 163 juta. Yantje menambahkan, awalnya kehadiran perusahaan tambang memberi harapan membawa kesejahteraan masyarakat yang baru berkonflik. Namun, selama 10 tahun perusahaan beroperasi nasib masyarakat tetap tak berubah. "Kita hidup dikaruniai kekayaan alam, tetapi masyarakat masih tetap miskin. Kekayaan itu hanya menyisakan malapetaka dan menjadi kutukan bagi anak cucu kita," katanya.

Tak berimbang
Ketidakadilan pemanfaatan hasil alam tak hanya terjadi antara masyarakat dan kepentingan kapital. Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah pun sering kali "naik-turun" akibat pembagian hasil pengelolaan sumber daya alam yang dinilai merugikan daerah penghasil.
Sebagai provinsi yang 92,4 persen wilayahnya berupa laut, Maluku memiliki potensi perikanan luar biasa. Dari 6,24 juta ton potensi perikanan nasional per tahun, Maluku menyumbang 1,64 juta ton atau 26,3 persennya. Maluku memiliki tiga dari sembilan wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia, yaitu Laut Arafura, Laut Banda, dan Laut Seram. Walaupun Maluku menjadi penyumbang terbesar penghasilan negara sektor kelautan dan perikanan, pembagian atas hasil laut itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tidak adil dan tak berimbang. Mantan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Maluku Romelus Far Far mengatakan, sebanyak 20 persen Penerimaan Negara Bukan Pajak dari perikanan dan kelautan diperuntukkan bagi pemerintah pusat. Sisanya, sebanyak 80 persen, dibagi untuk seluruh kabupaten/kota di Indonesia secara sama rata. Artinya, daerah yang tak memiliki laut dengan daerah penghasil perikanan dan yang memiliki laut luas sama-sama memperoleh bagi hasil kelautan dan perikanan yang sama. Kondisi ini berbeda dengan kabupaten/kota penghasil minyak bumi dan gas yang mendapat bagi hasil lebih besar daripada daerah yang tak memiliki ladang migas. "Walau berhak mengelola antara 4 mil dan 12 mil laut serta bertanggung jawab atas kelestarian sumber daya perikanan laut, pemerintah provinsi tak kebagian apa-apa. Penerimaan pemerintah provinsi hanya berasal dari sejumlah retribusi dan pemberian izin kapal berbobot mati 10-30 ton," katanya. Oleh karena itu, Romelus berharap pembagian penerimaan negara dari sektor perikanan dan kelautan dipilah berdasarkan sumbangan dan tanggung jawab setiap daerah. Selain tak akan menyakiti daerah penghasil, daerah yang tak memiliki laut pun tetap dapat menikmati hasil kekayaan laut Indonesia. *

Baca Selengkapnya......

Minggu, 08 Februari 2009

Abdul Wahab Kiak : Prihatin Alih Fungsi Hutan


Berbagai konflik lahan yang muncul di Kabupaten Nunukan salah satunya disebabkan alih fungsi hutan yang dilakukan tanpa prosedural.

PRIHATIN. Itu jawaban yang muncul dari Abdul Wahab Kiak, Wakil Ketua DPRD Nunukan ketika ditanyakan soal beberapa kasus lahan yang sedang dialami masyarakat Nunukan. Konflik yang paling sering terjadi adalah antara perusahaan dengan kelompok tani di kawasan Simenggaris dan Sebuku.

”Jujur ya, konflik lahan itu muncul karena kebijakan yang tumpang tindih. Ada yang dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Semua merasa sebagai yang punya hutan,” kata Wahab.

Kalau mengacu pada Undang-undang, kata Wahab, hutan adalah ’wilayahnya’ Menteri Kehutanan. Semua aktivitas di atasnya, mulai penguasaan lahan sampai penebangan kayu izinnya dari Menteri Kehutanan. Sedangkan pemerintah daerah, kata Wahab, tidak punya wewenang kecuali berupa rekomendasi seperti izin lokasi. ”Masalahnya, walaupun hutan itu punya Menhut, tapi di daerah disuruh menjaganya. Dephut tidak mampu menjaga hutan sehingga mudah dirambah orang,” kata Wahab.
Karena hutan menjadi wilayah ’kekuasaan’ Menhut, maka pemerintah di daerah tidak bisa semena-mena memperlakukan kawasan hutan. Misalnya mengatasnamakan kepentingan rakyat, lalu mengizinkan membuka lahan hutan. ”Kawasan hutan di Nunukan sudah diatur peruntukkannya berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kalau aturan itu ditabrak begitu saja, maka sudah terjadi penyalahgunaan wewenang,” ujar Wahab. Ia mencontohkan beberapa kasus alih fungsi hutan yang terjadi di daerah itu. Misalnya pemberian izin perkebunan kepada empat perusahaan di kawasan Simenggaris, yakni PT Nunukan Jaya Lestari (NJL 17.413 hektare), PT Sebakis Inti Lestari (SIL 20.000 hektare), PT Sebuku Inti Plantation (SIP 20.000 hektare) dan PT Pohon Emas Lestari (PEL 3.000 hektare).

Kemudian juga hutan lindung Nunukan yang telah dibebani aktivitas proyek pembangunan jalan serta pembangunan pencetakan sawah di Sembakung. ”Semua itu mengalami peralihan fungsi hutan. Ada kerugian negara karena kayu tegakan sudah ditebang,” ujarnya. Sebagai pimpinan di dewan Wahab Kiak mengakui kurang memahami mengapa muncul kebijakan alih fungsi hutan di daerah itu. Padahal kebanyakan yang dialihfungsikan masih berstatus KBK (kawasan budidaya kehutanan) di mana kayunya masih potensial secara ekonomis. ”Apalagi, saat ini yang saya ketahui usulan RTRW untuk seluruh Kaltim ditolak oleh pemerintah pusat. Jadi, RTRW yang tahun lalu diupayakan perubahannya oleh para bupati dan walikota se-Kaltim tidak bisa dipakai. Nah, bagaimana nasib warga yang telah terlanjur melakukan aktivitas ekonomi di lahan-lahan yang dialihfungsikan,” ujar politisi dari PDI Perjuangan ini. *ch siahaan, adver

Sumber : www.bongkar.co.id / Edisi : Jumat, 06 Februari 2009 11:49

Baca Selengkapnya......

Jumat, 06 Februari 2009

Mari Beraksi Lindungi Hutan Selamatkan Iklim


Mari Beraksi Lindungi Hutan Selamatkan Iklim


Negara-negara dengan laju penggundulan hutan (deforestasi) terbesar di dunia seperti Indonesia, Brasil dan Kongo menjadi faktor pendorong emisi gas-gas rumah kaca (GRK) serta mempercepat dampak berbahayaperubahaan iklim yang telah kita rasakan. Indonesia kehilangan hutan lebih cepat dari negara-negara pemilik lain di dunia. Merujuk data FAO (2006), hutan Indonesia berkurang 1,8 juta hektar per tahun, menempatkan Indonesia menduduki peringkat ketiga negara pengemisi gas-gas rumah kaca (GRK) terbesar di dunia, setelah Amerika Serikat dan China. Penggundulan hutan (deforestasi) adalah sumber utama emisi Indonesia.

Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan tigaperempat luas kawasan hutan alamnya (sekitar 72%) dan dari jumlah tersebut 40% telah hilang sama sekali.

Faktor utama pendorong tingginya deforestasi di Indonesia adalah pembalakan skala besar untuk industri kertas, kayu, pembukaan lahan gambut untuk perluasaan kelapa sawit dan kebakaran hutan yang terjadi setiap tahun untuk pembukaan hutan. Banjir, kekeringan, perubahan pola iklim akan mempengaruhi ketahanan pangan yang salah satunya disebabkan hancurnya hutan di Indonesia.

Moratorium tidak hanya membantu menghentikan emisi GRK, tetapi juga melindungi keanekaragamanhayati, melindungi kehidupan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada hutan di seluruh Indonesia.

Sekitar 30000 orang masyarakat Indonesia telah bergabung bersama kami sebagai Pembela Hutan Indonesia atau Forest Defenders Indonesia (FDI). Ayo, bergabung bersama kami untuk mendesak Presiden menetapkan secepatnya moratorium deforestasi.

Sumber :http://www.greenpeace.org/seasia/id/petisi-untuk-hutan-indonesia


Baca Selengkapnya......

28 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dimutasi, Azis dan Abd Kadir Diberhentikan Sementara

Jumat, 6 Februari 2009
Hafid: Jabatan Baru Adalah Amanah
Azis dan Abd Kadir Diberhentikan Sementara
Sumber : Radar Tarakan Online

NUNUKAN-Gerbong mutasi di Pemkab Nunukan bergerak lagi. 28 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dimutasi kemarin. Sanusi yang semula menjabat sebagai Kabag Pembangunan, kini menjadi Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Khotaman yang awalnya Kabid Bina Marga di Dinas PU, kini menjabat sebagai Sekretaris DPU.

Bagaimana dengan Kepala Satpol PP Abd Kadir dan Kadis PU Nunukan Azis Muhammadiyah? Untuk saat ini, keduanya yang masih berurusan dengan kepolisian diberhentikan sementara. Menurut keputusan Bupati Nunukan tertanggal 4 Februari 2009, saat ini status mereka hanya pelaksana pada Setda Kabupaten Nunukan. Sementara Petrus Baco yang awalnya Kasubag Keuangan Dinas Pendidikan, kini menjadi Pelaksana Pada Dinas Pendidikan. “Beliau sedang sakit,” kata salah seorang narasumber. Selamet Riyadi yang awalnya Kabid Diklat di BKDD Nunukan, sekarang menjabat sebagai Kabag Pembangunan, menggantikan posisi Sanusi. Sedangkan yang menggantikan posisi Khotaman, yakni Abdul Halid yang sebelumnya Kabid Penataan Ruang di DPU. Ibrahim Nur Aslam yang semula Kasi Penanganan Kebersihan Lingkungan pada Bidang Kebersihan di DKPPK, kini memangku jabatan Lurah Selisun Kecamatan Nunukan Selatan.

Dari pantauan koran ini, ada salah seorang PNS yang kerap kali dimutasi. Bahkan jika dihitung, sudah lebih dari 5 kali ia di mutasi. Sebaliknya, ada seorang PNS lain yang bahkan baru sekali ini mengikuti pelantikan, padahal sudah beberapa kali dimutasi. “Pelantikan ini merupakan kelanjutan dari pelantikan pejabat pada 9 Oktober 2008 lalu, sebagai implementasi PP 41/2007. Mengingat masih ada pejabat yang telah diberikan amanah, tapi baru mengikuti pelantikan hari ini,” kata Bupati Nunukan H Abd Hafid Achmad yang memimpin langsung proses pelantikan. Ia menegaskan, pengambilan sumpah jabatan bagi pejabat struktural yang dilaksanakan hari ini merupakan konsekuensi logis dan merupakan suatu hal biasa dalam organisasi pemerintahan. “Untuk mengisi formasi jabatan yang telah dibentuk, dinamisasi dan penyegaran fungsi organisasi itu perlu,” jelasnya.

Ia menambahkan, sesuai peraturan berlaku, pelantikan pejabat ini semakin mempertegas, pejabat yang dilantik sudah sah melaksanakan tugas dalam jabatannya. “Bagi yang telah dipilih menduduki suatu jabatan, namun belum dilantik atau tidak siap dilantik, secara hukum dianggap belum sah melaksanakan tugas,” tandasnya. Konsekuensinya, pejabat tersebut belum bisa menerima segala bentuk tunjangan. Termasuk tunjangan tambahan penghasilan yang berkaitan dengan jabatan yang disandangnya. “Pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan ini merupakan sebuah amanah. Harap diingat dan direnungkan. Saya telah melantik saudara-saudara, maka saudara harus menunaikan tugas sebaik-baiknya,” imbuhnya. Pelantikan ini dihadiri Wabup Kasmir Foret, Sekkab Zainuddin HZ, para asisten, serta kepala dinas dan bagian di lingkungan Pemkab Nunukan. (dew)

Baca Selengkapnya......

Selasa, 03 Februari 2009

Terlibat, Oknum Pemerintah (Juga) Ikut-Ikutan.....

Jum'at, 30 January 2009
sumber : www.korankaltim.com

NUNUKAN - Maraknya perambahan hasil hutan, khususnya kayu membuat Wakil Ketua DPRD Nunukan Abdul Wahab Kiak angkat bicara. Menurutnya, tidak adanya Polisi Hutan (Polhut) membuat masyarakat dan sejumlah pihak swasta bahkan oknum pemerintah semena-mena membawa kayu keluar dari hutan untuk diperjualbelikan. Tak hanya dari kawasan KBNK, tapi juga KBK, bahkan Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM). Belum lagi jatanya, sejumlah oknum di lingkungan Pemkab Nunukan ikut bermain dengan melakukan penjarahan kayu tanpa dilengkapi dokumen resmi. Indikator-indikator itu katanya, sudah cukup untuk membentuk Polhut dibawah Dinas Kehutanan (Dishut).
Jika tak sera dibentuk, ia khawatir kawasan hutan di Nunukan beberapa tahun ke depan hanya tinggal kenangan. Sebab, ia melihat selama ini tak ada itikad baik dari Pemkab Nunukan untuk menyelamatkan hutan. Justru penjarahan terlihat dibiarkan.
"Tidak adanya Polhut membuat sistem pengawasan terhadap penjarahan hutan lemah dan memberi andil besar dalam kelangkaan kayu di Nunukan. Seharusnya Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim segera membentuk Polhut," ujarnya kepada Koran Kaltim. Dengan APBD yang terbatas, menurutnya kecil kemungkinan Dishut Nunukan membentuk Polhut tanpa ada bantuan dari provinsi. Meskipun, saat ini Wahab melihat kinerja kepolisian dalam menindak eksploitasi kayu keluar dari hutan sudah sangat baik, tapi akan lebih baik jika ada petugas khusus yang menjaga keberadaan hutan di Nunukan. "Meskipun ada polisi, tapi wilayah kerja dan jumlah personil mereka terbatas dibandingkan luas kawasan hutan. Alangkah baiknya Polhut berdiri sendiri untuk mengawasi penjarahan kayu hutan secara bebas dan ilegal," tandasnya.

Jika membandingkan dengan luasnya kawasan hutan di Nunukan beberapa dekade lalu dengan saat ini, Wahab menilai sangat perlu dibentuk aparat khusus. “Meskipun luasan hutan sudah berkurang, namun untuk mencegah deforetrasi dan degradasi hutan menjadi semakin cepat, perlu sistem pengawasan melekat. Jika Polhut tidak segera dibentuk, bukan mustahil penjarahan hutan akan terus berlangsung dan menambah lama kelangkaan kayu yang saat ini sudah cukup parah di Nunukan," pungkasnya Sejumlah perusahaan kayu asal Malaysia diduga juga ikut terlibat penjarahan itu. Berdasarkan citra satelit terakhir diperoleh gambaran jelas, jalur jalan logging dari perusahaan kayu Malaysia telah memasuki atau mendekati wilayah Indonesi, terutama di belasan lokasi sekitar TNKM. Citra satelit Landsat 7 Edhanee Thermative Mapper (LTM) akhir tahun lalu memperlihatkan, ribuan meter jalan perusahaan kayu Malaysia berkelok-kelok memasuki wilayah Indonesia. Sekurangnya terdapat 18 lokasi jalan yang melanggar perbatasan serta belasan lainnya bahkan mulai mendekati wilayah perbatasan, di radius 1-2 kilometer dari teritorial Indonesia. Terutama di Krayan Darat dan Huku yang masuk wilayah Nunukan. Ironisnya, sejumlah oknum di lingkungan Pemkab Nunukan disinyalir ikut terlibat, namun, sejauh ini belum didapat kepastian soal kebenarannya. Tetapi, kasus terakhir, di mana Kasatpol PP Nunukan Abdul Kadir harus mendekam di sel tahanan Polres Nunukan bersama 2 bawahannya, Suhedi Tiranda dan M Hadir karena membawa kayu yang diduga ilegal di Komplek Perumahan Sedadap menjadi bukti, masih ada oknum di pemerintahan ang terlibat dalam kasus illegal logging.

Baca Selengkapnya......

Lagi, DPRD Sesalkan Bupati

* Selasa, 02 September 2008
* Sumber : www.bongkar.co.id

Semakin banyak saja kegiatan proyek oleh Pemerintah Kabupaten Nunukan yang mengecewakan. Kali ini, gedung KNPI berbiaya Rp7,054 Milyar. Maksud hati membuat gagah para pemuda yang ada di kota perbatasan Nunukan – Tawau (Indonesia – Malaysia). Tetapi apa daya, organisasi pemuda di daerah itu mengalami ’lesu darah’, sehingga pembangunan Graha Pemuda yang mewah terkesan hanya mubazir saja. Kritikan itu dialamatkan oleh Wakil Ketua Komisi III DPRD Nunukan, Haji Hermansyah, bersama Sekretaris Komisi III DPRD Nunukan Kornalius Tadem. ”Bangunan itu sayang. Untuk apa dibangun kalau organisasinya tidak jalan,” kata Kornelius. Menurutnya, gedung dibangun seperti itu, sementara organisasai KNPI itu di Nunukan masih berjalan di tempat. ”Hemat saya, setelah pergantian pengurus KNPI, tidak ada kegiatannya lagi sama sekali,” kata Kornalius.Ketidakaktifan pengurus KNPI Nunukan, kata Kornalius, diperkuat dengan tidak adanya sekretariat sementara yang digunakan untuk kegiatan organisasi. “Untuk apa dibangun seperti itu dengan menelan anggaran terlalu besar. Sementara pengurus organisasi ini tidak pernah kelihatan,” katanya. Ketua PDS Nunukan ini mengatakan, lebih baik anggaran tersebut dialihkan untuk kebutuhan masyarakat ketimbang dipergunakan bagi organisasi yang tidak eksis. “Lain halnya kalau organisasi ini eksis, tidak masalah dibuatkan bangunan sebagus itu,” ujarnya.

Proyek pembangunan Graha Pemuda Kabupaten Nunukan yang diperuntukkan bagi KNPI itu, melibatkan konsultan CV Mahakarya dan pelaksana PT Putra Sendra Pratama, dengan menelan anggaran dari APBD Nunukan tahun 2007 sebesar Rp7,054 miliar. Proyek itu dikerjakan sejak 31 Juli 2007 dengan masa pekerjaan mencapai 500 hari kalender. Kornelius berharap, kedepan untuk melaksanakan pembangunan Pemkab Nunukan bisa lebih jeli. “Kan Pemkab itu ada urusan pilihan dan urusan wajib. Jadi yang wajib yang harus diprioritaskan, jangan yang tidak beres seperti ini,” katanya.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Nunukan Haji Hermansyah menambahkan, penempatan bangunan itu sangat tidak strategis. Masalahnya, akses jalan ke gedung KNPI kabupaten Nunukan, sangat buruk. “Kalau kita melihat, posisi bangunan kantor kelihatannya kurang strategis. Kantor KNPI ini berkaitan dengan pelayanan kepada organisasi pemuda, apalagi itu untuk suatu tempat pertemuan,” ujar mantan ketua KNPI kecamatan Nunukan ini. Hermansyah mengatakan, harusnya lokasi pembangunan gedung berada di tengah kota. “Kalau kita lihat lokasi itu, mungkin gedung tersebut baru bisa terpakai empat atau lima tahun ke depan. Masalahnya, gedungnya dibangun di ujung kampung. Tidak tepat itu posisinya,” katanya. Seharusnya, kata Hermansyah, dinas terkait menyusun program yang proposional dengan perencanaan yang baik. Sehingga jika harus membangun gedung, itu bisa dimanfaatkan oleh semua pihak.
Terkait akses jalan itu, ia mengatakan, karena lokasi pembangunan gedung sudah kebabalasan, mau tidak mau Pemkab harus menganggarkan pembangunan jalan itu dalam APBD perubahan tahun 2008. “Jangan membuat jalan baru lagi. Ini belum selesai, kemudian buka jalan baru lagi yang pemanfaatannya barangkali memakan waktu yang cukup lama,” katanya.

Baca Selengkapnya......

Hutan Lindung (HL) Nunukan Harus Dikawal

Selasa, 25 November 2008
Hutan Lindung (HL) di Pulau Nunukan sudah semakin terancam keberadaannya. Kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada pelestarian lingkungan adalah salah satu penyebab musnahnya hutan lindung di daerah tersebut. Para wakil rakyat yang tinggal di Pulau Nunukan kian gelisah. Setidaknya itu yang dialami Wakil Ketua DPRD Nunukan Abdul Wahab Kiak dan Victor Ola Tokan. Keduanya bertekad untuk terus mengawal agar hutan yang tinggal sedikit itu terselamatkan. Wahab Kiak, termasuk yang dikenal gigih berbicara soal hutan lindung (HL). Ia menilai kesalahan kebijakan pada jaman baheula, diteruskan oleh pemerintahan sekarang. ”Kebijakan Pemkab tidak pro lingkungan,” kata Wahab. Ia mencontohkan, kebijakan Pemerintah Kabupaten Nunukan untuk membuka akses jalan di kawasan HL Pulau Nunukan. Walau pemerintah beralasan untuk membuka isolasi transportasi di Pulau Nunukan yang juga adalah Ibu Kota Kabupaten Nunukan, menurut Wahab, alasan itu adalah alasan yang mengada-ada. Kebijakan itu justru meresahkan masyarakat Pulau Nunukan, karena bakal mempercepat kehancuran HL yang menjadi sumber air bersih warga. “Sebagai wakil rakyat kita sepakat dengan kebijakan pemerintah yang berpihak pada kepentingan rakyat. Tapi tidak kemudian pemerintah harus mengabaikan aturan dan ancaman sosial yang akan menimpa pada anak cucu kita,“ kata Wahab kepada BONGKAR. Wahab yang keturunan suku Tidung itu mengaku terganggu dengan kebijakan Pemkab memperlakukan HL. “Dampaknya yang akan menerima ya kami-kami ini,” kata Wahab.

Sementara anggota DPRD Nunukan dari Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) Victor Ola Tokan juga menilai kebijakan pemerintah membuka akses jalan di kawasan HL, tidak punya landasan apa-apa. “Alasan membuka jalan untuk kepentingan rakyat, saya mau tanya kepentingan rakyat yang mana,“ kata pensiun Polisi Kehutanan itu. Victor menyesalkan kerja tim tekhnis Pemkab Nunukan, mengapa tidak melakukan telaah hukum terlebih dulu sebelum memutuskan. ”Aturan masalah kehutanan saya rasa cukup jelas. Lain halnya kalau tidak dibaca oleh pemerintah di daerah ini (Nunukan-red). Kalau dibaca, saya yakin kesalahan tersebut tidak mungkin terjadi, ”keluh Victor seraya mengatakan menyangkut HL adalah domain Menteri Kehutanan. Wahab maupun Victor memang termasuk yang paling geram melihat kebijakan membuka jalan di kawasan HL Nunukan. Menurut kedua politisi itu, kegiatan pembukaan jalan tersebut di samping merusak ekosistem yang ada, ancaman lainnya adalah mengeringnya sumber air Sungai Bolong yang buat masyarakat Nunukan adalah jantung dari kehidupan mereka. ”Pembukaan jalan tersebut hanyalah kebijakan yang berpihak pada pengusaha dan bukan rakyat. Sekarang apa yang harus dilakukan pemerintah berkaitan dengan bendungan di Sungai Billal yang juga dibangun pemerintah, tapi airnya mengering sekarang. Mau alasan faktor alam,” tanya Victor.

Victor memang sudah cukup lama meneriaki niat pemerintah untuk membuka jalan di kawasan HL itu. Pertimbangan Victor maupun beberapa anggota DPRD Nunukan atas kebijakan Bupati Hafid itu, lebih kepada bagaimana efektifitas program dan tidak menghancurkan daerah baik dari sisi anggaran maupun lingkungan. ”Saya harap pemerintah melihat persoalan tersebut secara benar dan bukan karena kepentingan atau karena kekuasaan. Berkaitan dengan HL yang sering disuarakan oleh anggota dewan maupun elemen masyarakat Nunukan, saya harap harus dikawal,” harap Victor. Pemkab Nunukan melalui Kepala Dinas PU Azis Muhamadyah selama ini beralasan kalau pembangunan proyek jalan di HL itu untuk menjaga keutuhan hutan. ** thomas djuma, adv

Sumber : www.bongkar.co.id

Baca Selengkapnya......

Senin, 02 Februari 2009

Hak Adindo Pernah Dicabut Menteri Kehutanan

Terkait Tumpang Tindih Lahan Warga dan Perusahaan

NUNUKAN-- Wakil ketua DPRD Nunukan Abdul Wahab Kiak menduga, Bapedalda Nunukan melaksanakan proyek reboisasi di areal perusahaan HPHTI PT Adindo Hutani Lestari (AHL), di Desa Mambulu, Kecamatan Sembakung, karena saat itu hak perusahaan atas lahan tersebut sudah dicabut Menteri Kehutanan RI. Belakangan, setelah hak itu dikembalikan, ternyata muncul masalah. Ratusan ribu pohon proyek reboisasi itu, dibabat habis perusahaan dengan alasan masih berada di lahannya. “Memang hak Adindo pernah dicabut beberapa bulan. Tapi setelah dicabut kan ada upaya banding. Mereka (Bapedalda,Red) menganggap setelah putusan tingkat pertama, Adindo sudah tidak ada lagi. Seharusnya sampai putusan hukum yang pasti,”ujarnya. Kesalahan lainnya, kata Wahab, dalam melaksanakan proyek itu tidak ada perencanaan wilayah. “Itu kan perlu diketahui, masuk wilayah siapa?. Seharusnya kan planologi turun, harus membuat peta. Disini ada Dinas Kehutanan, ada UPTD Kehutanan, ada Planologi di Tarakan, kan itu bisa mengukur, apa sih susahnya?,”katanya.
Akibatnya, kata Wahab, belakangan muncul pula sengketa lahan antara masyarakat yang mengerjakan reboisasi dengan pihak perusahaan yang merasa lahannya di caplok.
Pada kesempatan itu, Wahab juga membeberkan sejumlah perubahan luasan lahan miliki Adindo. Hal itu bisa dijadikan dasar bagi Pemkab Nunukan, jika ingin berperkara dengan anak perusahaan Raja Garuda Mas itu.

Wahab menjelaskan, semula perusahaan itu mengantongi izin dari Menteri Kehutanan pada tahun 1992 silam, yang ditandatangani Hasjrul Harahap. Perusahaan itu memperoleh ijin HPHTI seluas 300 ribu hektar, yang saat itu diberikan kepada PT. Adindo Foresta Indonesia (AFI). “Tahun 1996, PT AFI bergabung dengan PT Inhutani dan namanya diganti menjadi PT Adindo Hutan Lestari (AHL) atas keputusan Menhut no 88/kpts-II/1996 di tandatangani oleh Menhut Djamaludin Suryohadi Kusumo 12 maret 1996,”jelasnya. Dengan perubahan itu, luasan lahan yang berikan di Kaltim hanya seluas 201.821 hektar. Belakangan, jelasnya, setelah dilakukan telaahan ulang terhadap dokumen yang terkait HPTI, ternyata ada kekeliruan yang substansif. “Karena itu, terbitlah Kepmenhut Nomor 60/kpts-II/2003, dengan areal lahan hanya sekitar 109.947 hektar,”ungkapnya. (noe)

source : www.korankaltim.com

Baca Selengkapnya......

Bupati Nunukan Dilaporkan ke KPK

Terkait Kasus Alih Fungsi Lahan untuk Perkebunan dan Pembangunan Jalan


NUNUKAN-- Dua mahasiswa asal Nunukan melaporkan Bupati Nunukan ,Abdul Hafid Ahmad ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kebijakan bupati yang mengeluarkan ijin alih fungsi lahan hutan untuk perkebunan dan pembangunan jalan, termasuk kebijakan pemberian ijin perkebunan yang menyebabkan terjadinya illegal logging. Di KPK, kedua mahasiswa diterima staf KPK, Moelyono. “Benar, ada mahasiswa yang melaporkan Bupati Nunukan ke KPK terkait alih fungsi lahan dan illegal logging. Tapi kami minta nama mahasiswa ini tidak dipublikasikan untuk keamanan mereka,” kata A Rahmat Kusuma, Koordinator Umum Indonesian Guard (IG) For Forest and Mountain, Jakarta, yang ikut mendampingi mahasiswa tersebut. Untuk membuktikan ucapannya itu, Rahmat menunjukkan selembar tanda terima laporan. Menurutnya, mahasiswa itu melaporkan Bupati Nunukan karena diduga telah melakukan pelanggaran dalam alih fungsi lahan di Nunukan baik untuk perkebunan maupun untuk pembangunan jalan termasuk illegal logging.
“Kan sudah jelas, Menteri Kehutanan pernah mengatakan kepada aparat untuk mengusut pemerintah daerah yang mengalih fungsikan lahan tanpa ijin,” katanya.
Dikatakannya, tidak mungkin menanam kelapa sawit di tengah hutan, dilahan yang masih termasuk Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), seperti yang terjadi di Nunukan. Ia memprediksi, kasus alih fungsi lahan yang terjadi di Riau, besarnya hanya sekitar 10 persen dari yang terjadi di Nunukan. “ Ini bukan hanya alih fungsi lahan hutan untuk perkebunan dan jalan saja, tapi ada kegiatan illegal loggingnya. Hutan dibabat untuk kelapa sawit, tapi batangannya dimana?, mana kayunya?,” tanya dia.
Dari data IG jelasnya, sedikitnya ada 23 perusahaan yang mendapatkan Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK). “Apakah layak KBK ditanami sawit?. Tapi bupati Nunukan telah mengeluarkan IPK sampai 23 perusahaan,”katanya.

Ia menegaskan, pengalih fungsian lahan hutan untuk perkebunan tidak bisa dilakukan di kawasan hutan lindung. “Jadi itu tidak boleh. Karena dalam aturan itu sudah jelas, mana yang bisa ditanami untuk perkebunan dan mana yang tidak boleh,” katanya.
Ia juga menyoroti sejumlah pemberian ijin perkebunan yang tumpang tindih. Misalnya saja, katanya bupati mengeluarkan ijin perkebunan kelapa sawit di hutan kepada PT Tunas Mandiri Lumbis. Namun pada lahan yang sama, bupati juga merekomendasikan petani menananam di lahan yang sama pula dengan bantuan dana bergulir. Selain itu katanya ada pula lahan perkebunan yang dikeluarkan di lahan PT Adindo Hutani Lestari yang berpotensi menimbulkan konflik. Dikatakannya, kasus alih fungsi lahan di Nunukan menjadi perhatian khususnya sejumlah LSM lingkungan, sebab sebagai daerah perbatasan yang menjadi pintu gerbang Indonesia, Nunukan menjadi contoh bagaimana pengelolaan hutan di Indonesia.
Pihaknya sendiri dalam waktu dekat bersama LSM lain seperti Walhi dan Greenpeace akan ke Nunukan untuk melakukan investigasi lapangan lebih lanjut terkait kasus tersebut.
“Ini semuanya akan kami sampaikan kepada Menteri Kehutanan. Kalau bupati tidak bersalah, kami mendukung program alih fungsi lahan yang dilakukan Bupati Nunukan, tapi kalau itu salah harus di ambil tindakan hukum,” katanya. Pada kesempatan itu Rahmat menambahkan, selain melaporkan kasus alih fungsi lahan ke KPK, laporan yang sama juga telah disampaikan ke Kejaksaan Agung. (noe)
Sumber :www.korankaltim.com

Baca Selengkapnya......
Mari Membangun Dengan Menghormati Hak-Hak Rakyat dan Hak-Hak Alam