Terkait Tumpang Tindih Lahan Warga dan Perusahaan
NUNUKAN-- Wakil ketua DPRD Nunukan Abdul Wahab Kiak menduga, Bapedalda Nunukan melaksanakan proyek reboisasi di areal perusahaan HPHTI PT Adindo Hutani Lestari (AHL), di Desa Mambulu, Kecamatan Sembakung, karena saat itu hak perusahaan atas lahan tersebut sudah dicabut Menteri Kehutanan RI. Belakangan, setelah hak itu dikembalikan, ternyata muncul masalah. Ratusan ribu pohon proyek reboisasi itu, dibabat habis perusahaan dengan alasan masih berada di lahannya. “Memang hak Adindo pernah dicabut beberapa bulan. Tapi setelah dicabut kan ada upaya banding. Mereka (Bapedalda,Red) menganggap setelah putusan tingkat pertama, Adindo sudah tidak ada lagi. Seharusnya sampai putusan hukum yang pasti,”ujarnya. Kesalahan lainnya, kata Wahab, dalam melaksanakan proyek itu tidak ada perencanaan wilayah. “Itu kan perlu diketahui, masuk wilayah siapa?. Seharusnya kan planologi turun, harus membuat peta. Disini ada Dinas Kehutanan, ada UPTD Kehutanan, ada Planologi di Tarakan, kan itu bisa mengukur, apa sih susahnya?,”katanya.
Akibatnya, kata Wahab, belakangan muncul pula sengketa lahan antara masyarakat yang mengerjakan reboisasi dengan pihak perusahaan yang merasa lahannya di caplok.
Pada kesempatan itu, Wahab juga membeberkan sejumlah perubahan luasan lahan miliki Adindo. Hal itu bisa dijadikan dasar bagi Pemkab Nunukan, jika ingin berperkara dengan anak perusahaan Raja Garuda Mas itu.
Wahab menjelaskan, semula perusahaan itu mengantongi izin dari Menteri Kehutanan pada tahun 1992 silam, yang ditandatangani Hasjrul Harahap. Perusahaan itu memperoleh ijin HPHTI seluas 300 ribu hektar, yang saat itu diberikan kepada PT. Adindo Foresta Indonesia (AFI). “Tahun 1996, PT AFI bergabung dengan PT Inhutani dan namanya diganti menjadi PT Adindo Hutan Lestari (AHL) atas keputusan Menhut no 88/kpts-II/1996 di tandatangani oleh Menhut Djamaludin Suryohadi Kusumo 12 maret 1996,”jelasnya. Dengan perubahan itu, luasan lahan yang berikan di Kaltim hanya seluas 201.821 hektar. Belakangan, jelasnya, setelah dilakukan telaahan ulang terhadap dokumen yang terkait HPTI, ternyata ada kekeliruan yang substansif. “Karena itu, terbitlah Kepmenhut Nomor 60/kpts-II/2003, dengan areal lahan hanya sekitar 109.947 hektar,”ungkapnya. (noe)
source : www.korankaltim.com
NUNUKAN-- Wakil ketua DPRD Nunukan Abdul Wahab Kiak menduga, Bapedalda Nunukan melaksanakan proyek reboisasi di areal perusahaan HPHTI PT Adindo Hutani Lestari (AHL), di Desa Mambulu, Kecamatan Sembakung, karena saat itu hak perusahaan atas lahan tersebut sudah dicabut Menteri Kehutanan RI. Belakangan, setelah hak itu dikembalikan, ternyata muncul masalah. Ratusan ribu pohon proyek reboisasi itu, dibabat habis perusahaan dengan alasan masih berada di lahannya. “Memang hak Adindo pernah dicabut beberapa bulan. Tapi setelah dicabut kan ada upaya banding. Mereka (Bapedalda,Red) menganggap setelah putusan tingkat pertama, Adindo sudah tidak ada lagi. Seharusnya sampai putusan hukum yang pasti,”ujarnya. Kesalahan lainnya, kata Wahab, dalam melaksanakan proyek itu tidak ada perencanaan wilayah. “Itu kan perlu diketahui, masuk wilayah siapa?. Seharusnya kan planologi turun, harus membuat peta. Disini ada Dinas Kehutanan, ada UPTD Kehutanan, ada Planologi di Tarakan, kan itu bisa mengukur, apa sih susahnya?,”katanya.
Akibatnya, kata Wahab, belakangan muncul pula sengketa lahan antara masyarakat yang mengerjakan reboisasi dengan pihak perusahaan yang merasa lahannya di caplok.
Pada kesempatan itu, Wahab juga membeberkan sejumlah perubahan luasan lahan miliki Adindo. Hal itu bisa dijadikan dasar bagi Pemkab Nunukan, jika ingin berperkara dengan anak perusahaan Raja Garuda Mas itu.
Wahab menjelaskan, semula perusahaan itu mengantongi izin dari Menteri Kehutanan pada tahun 1992 silam, yang ditandatangani Hasjrul Harahap. Perusahaan itu memperoleh ijin HPHTI seluas 300 ribu hektar, yang saat itu diberikan kepada PT. Adindo Foresta Indonesia (AFI). “Tahun 1996, PT AFI bergabung dengan PT Inhutani dan namanya diganti menjadi PT Adindo Hutan Lestari (AHL) atas keputusan Menhut no 88/kpts-II/1996 di tandatangani oleh Menhut Djamaludin Suryohadi Kusumo 12 maret 1996,”jelasnya. Dengan perubahan itu, luasan lahan yang berikan di Kaltim hanya seluas 201.821 hektar. Belakangan, jelasnya, setelah dilakukan telaahan ulang terhadap dokumen yang terkait HPTI, ternyata ada kekeliruan yang substansif. “Karena itu, terbitlah Kepmenhut Nomor 60/kpts-II/2003, dengan areal lahan hanya sekitar 109.947 hektar,”ungkapnya. (noe)
source : www.korankaltim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar